Thursday, July 17, 2014

[KU-194/2014] Industri Alat Berat Terkena Dampak Kenaikan Royalti Batubara


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah sektor industri dipastikan akan terkena dampak rencana pemerintah untuk menaikkan tarif royalti batubara.

Selain produsen batubara kecil yang diperkirakan banyak yang akan gulung tikar, rencana tersebut juga berdampak pada bisnis perusahaan yang menjual alat-alat berat serta perusahaan pembiayaan alat-alat berat yang cenderung melemah.

Memang sektor pertambangan yang selama ini menjadi bisnis primadona terlihat melemah sejak 2013 lalu yang terus berlanjut hingga pertengahan 2014.

Salah satu penyebabnya adalah harga batubara yang belum kunjung membaik dan beberapa kebijakan di sektor pertambangan juga turut membuat sektor ini kehilangan gairah. Salah satunya regulasi hilirisasi mineral yang melarangan ekspor barang mineral yang diimplementasikan pada awal 2014.

Kinerja kurang menarik dari industri pertambangan ini tentu saja berimbas pada penjualan alat berat. Kondisi ini semakin diperparah jika pemerintah menaikkan tarif royalti batubara.

"Meski tidak secara langsung, kondisi tersebut berimbas pada penjualan alat berat yang mengalami tekanan khusus di sektor pertambangan pada tahun ini," ujar Sara K Loebis, Corporate Secretary United Tractors, Selasa (15/7/2014).

Sara mengakui bahwa dirinya belum memiliki data konkrit mengenai dampak dari rencana penaikan tarif royalti batubara. Pasalnya, semua tergantung dari rencana produksi dari produsen batubara. "Bagi kami yang menjual alat-alat berat, dampak tersebut terasa tidak secara langsung. Yang pasti, kondisi saat ini, kami hanya mengganti alat-alat berat yang sudah usang," ujarnya.

Sebagaimana diketahui, akhirnya pemerintah tetap menyorongkan rencana kenaikan tarif royalti batubara, setelah sempat menunda rencana ini beberapa waktu lalu. Saat ini, rumusan rencana tersebut tengah dituntaskan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan akan segera disampaikan ke Menteri Koordinator Perekonomian.

Rumusan Kementerian ESDM menyepakati untuk mengerek besaran tarif royalti secara progresif ketika harga batubara acuan (HBA) menembus 80 dolar AS per ton akan dikenakan pungutan windfall (keuntungan).

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9/2012 tentang Penerimaan Negara Non-Pajak di Kementerian ESDM menetapkan beberapa tarif royalti batubara. Tarif royalti batubara untuk izin usaha pertambangan (IUP) berkalori rendah atawa di bawah 5.100 kilo kalori per kilogram (kkal/kg) sebesar 3 persen dari harga jual. Tarif royalti batubara kualitas sedang kadar 5.100 kkal/kg hingga 6.100 kkal/kg sebesar 5 persen dari harga jual.

Sedangkan tarif royalti batubara kualitas tinggi atau di atas 6.100 kkal/kg mencapai 7 persen dari harga jual. Sementara, tarif royalti plus pengembangan batubara pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) dipungut rata 13,5 persen dari harga jual.

Dengan kondisi seperti itu, lanjut Sara, tahun ini United Tractors telah mengalihkan fokus penjualan ke sektor di luar mining, yakni konstruksi, perkebunan dan kehutanan. Pengalihan ini tak lepas dari kondisi tahun 2013 lalu dimana United Tractors hanya menjual 4.200 unit alat-alat berat.

Karena itu, kata Sara tahun ini tidak ada target pertumbuhan penjualan alat-alat berat di sektor mining. Sedangkan untuk sektor di konstruksi, perkebunan, dan kehutanan ditargetkan akan mengalami kenaikan masing-masing sebesar 5 persen.

Dari penjelasan Sara di atas menunjukkan bahwa kinerja sektor pertambangan yang melemah ini sangat dirasakan oleh pada penjualan alat berat. Kondisi ini, tentu akan berimbas pula pada bisnis pembiayaan alat berat. Tahun lalu, data Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia menunjukkan bahwa bisnis pembiayaan alat berat turun hingga 35 persen. Sedangkan tahun ini, banyak yang memprediksi akan ada penurunan yang cukup besar, meski ada harapan pertumbuhan di kisaran 30-35 persen.

Di sisi lain, data asosiasi juga memperlihatkan bahwa sejak 2011 hingga saat ini pembiayaan alat berat untuk sektor pertambangan masih dominan. Bahkan pada 2011 dan 2013 menguasai lebih dari 50 persen pembiayaan alat berat. Namun, seiring meredupnya sektor pertambangan sejak 2013, dominasi tersebut mulai turun meski tidak signifikan. Pasalnya, kue di sektor lain belum mampu menggantikan pendapatan di sektor pertambangan.

Kondisi ini membuat masing-masing perusahaan pembiayaan telah menyiapkan strategi khusus. Ada yang masih tetap konsisten dengan syarat konsumen mempunyai alternatif ke sektor lain. Atau tetap membiayai alat berat di sektor pertambangan tetapi dengan hitungan risiko yang terukur.

Sumber : TribunNews, 17.07.14.

[English Free Translation]
A number of industry sectors will be affected by the government plans to raise coal royalty rates. In addition to the small coal producer is expected many will go out of business, the plan also have an impact on the company's business that sells heavy equipment and company pre-financing heavy equipment which tends to weaken.

No comments:

Post a Comment

[KU-179/2021] Dirut KAI Commuter Mukti Jauhari Tutup Usia

  Bisnis.com, JAKARTA - Keluarga besar KAI Group khususnya KAI Commuter hari ini berduka. Direktur Utama KAI Commuter Mukti Jauhari meningg...