Monday, October 3, 2011

[KU-076/2011] Pemerintah Diminta Revisi Harga Acuan Batu Bara


JAKARTA: Pemerintah diminta merevisi Peraturan Menteri ESDM No. 17/ 2010 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral dan Batu Bara, guna menjamin ketersediaan bahan bakar tersebut bagi konsumen di dalam negeri, sekaligus mengoptimalkan pendapatan negara.

Pasalnya, permen yang ditandatangani Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh pada 23 September 2010 itu tidak mengatur secara khusus harga batu bara acuan untuk kepentingan dalam negeri, khususnya PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).

Anggota Komisi VII DPR Achmad Rilyadi mengatakan penetapan harga batu bara dalam negeri sesuai aturan tersebut, disamakan dengan ekspor yakni berdasarkan rata-rata empat indeks harga batu bara, yakni Global, Platts, Barlow Jonker, dan Indonesian Coal Index (ICI).

“Seharusnya penetapan harga batu bara acuan untuk domestik tidak disamakan dengan [batu bara] yang tujuan ekspor. Ini kan sudah tidak sesuai dengan semangat mendahulukan kepentingan domestik, makanya [Permen ESDM No. 17/2010] harus direvisi,” ujarnya, hari ini.

Menurut dia, penetapan harga batu bara acuan untuk keperluan dalam negeri seharusnya hanya mengacu pada ICI, mengingat harga di indeks batu bara internasional selalu lebih tinggi sekitar US$5 per ton dibandingkan dengan harga ICI.

Artinya, selisih harga batu bara yang dibeli PLN bisa lebih murah hingga US$5 per ton dibandingkan dengan menggunakan rata-rata keempat indeks tersebut. “Dengan kebutuhan batu bara PLN sekitar 48,1 juta ton pada 2012, diperkirakan akan menghemat subsidi listrik sekitar Rp2-Rp3 triliun per tahun, bila ditetapkan menggunakan ICI saja,” tuturnya.

Dia menilai rata-rata indeks harga batu bara selain ICI cenderung lebih mahal karena biaya operasi pertambangan batu bara di luar negeri umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan dalam negeri.

Untuk diketahui, dalam Permen ESDM No. 17/2010, pemerintah juga mewajibkan semua produsen mineral dan batu bara yang melakukan kegiatan penjualan produksi tambang untuk mengikuti ketentuan patokan harga resmi.

Bahkan, dalam Pasal 25 Permen ESDM No. 17/ 2010 menegaskan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi atau IUP khusus (IUPK) operasi produksi.

Sanksi itu dikenakan bila tidak melaksanakan kewajibannya sampai dengan berakhirnya jangka waktu pengenaan sanksi penghentian sementara penjualan mineral logam, mineral bukan logam, batu bara atau batuan.

Bab VII Ketentuan Peralihan Pasal 26 Permen ESDM tersebut juga dijelaskan kontrak penjualan langsung (spot) yang telah ditandatangani oleh pemegang IUP operasi produksi, kontrak karya atau PKP2B, berdasarkan peraturan sebelum ditetapkan permen ini paling lambat 6 bulan wajib disesuaikan.

Sementara itu, kontrak penjualan jangka tertentu yang telah ditandatangani oleh pemegang IUP operasi produksi, kontrak karya atau PKP2B berdasarkan ketentuan sebelum ditetapkannya permen ini dalam jangka waktu paling lambat 12 bulan, wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam permen tersebut. (Bsi)

Sumber : Bisnis Indonesia, 26.09.11.

[English Free Translation]
Government asked to revise reference price of coal.

No comments:

Post a Comment

[KU-179/2021] Dirut KAI Commuter Mukti Jauhari Tutup Usia

  Bisnis.com, JAKARTA - Keluarga besar KAI Group khususnya KAI Commuter hari ini berduka. Direktur Utama KAI Commuter Mukti Jauhari meningg...