Friday, January 4, 2013

[KU-005/2013] Emiten Tambang : Saat Bisnis Inti Tak Lagi Punya Masa Depan


Ketika bisnis inti sudah tak lagi punya masa depan, lahan tambang diyakini dapat jadi penye­lamat yang dapat menghijaukan kembali keberlangsungan usaha emiten.


Lahan tambang tahun ini menjadi primado­­na yang banyak di­­lirik oleh emiten di PT Bursa Efek In­­­do­­­nesia. Walau harga batu bara masih merosot, batu bara diyakini dapat menyelamatkan beberapa emiten yang bisnisnya sudah kian terpuruk.

Sebut saja emiten pengelola bisnis restoran dengan merek Papa Ron’s dan Amigos, PT Ea­­ter­­tain­­ment International Tbk yang meng­­­­akuisisi dua tambang batu bara di Sumatra Selatan dan Ka­­­limantan Timur.

Komisaris Utama Eatertainment Darjoto Setyawan, Januari lalu me­­­­­­ngatakan perubahan bisnis inti dari restoran ke tambang dilakukan karena melihat proses bisnis pertambangan yang masih sangat baik di Indonesia.

Hasilnya, boleh dibilang sesuai ha­­rapan. Emiten yang kini berganti nama menjadi PT Golden Eagle Energy Tbk ini per Sep­­­tem­­ber telah membukukan laba Rp5,62 miliar, berbanding terbalik de­­­­­ngan posisi kuartal II yang ma­­­sih merugi Rp2,86 miliar.

Selain Golden Eagle, skenario serupa dimainkan oleh PT Agis Tbk, PT Centris Muitipersada Pra­­­tama Tbk dan yang terbaru, PT Toko Gunung Agung Tbk.

Emiten transportasi Centris, kini menjajaki alih bisnis ke perda­­gang­an batu bara menyusul makin lesunya bisnis taksi perse­­ro­an. Untuk merealisasikan hal itu, pada November lalu, Centris sudah membuat anak usaha ber­na­­ma PT Multi Mekar Lestari de­­­ngan nilai investasi Rp5,5 miliar.

PT Agis Tbk, yang mengelola bisnis ritail elektronik, perlahan tapi pasti juga menjajaki bisnis tambang emas. Setelah mengakuisisi dua tam­­bang emas di daerah Sumatera Barat, Presiden Direktur Agis Steven Kesumo juga ingin menjajaki lahan tambang bijih besi di wilayah Kalimantan tahun depan.

Ekspansi perseroan ke bijih besi ber­­hubungan erat dengan pemba­­­ngunan pabrik pengolahan baja (steel smelting plant) di atas lahan se­­­luas 10 hektare di Semarang, Ja­­­­­wa Tengah.

“Tambang bijih besi ini diharapkan nanti bisa memasok pabrik yang kita dirikan ini,” katanya.
Terakhir, ada PT Toko Gunung Agung Tbk yang akan mengakuisisi perusahaan tambang batu bara PT Permata Energy Re­­sour­­ces.

Manajemen TKGA meyakini pertambangan batu bara masih memiliki prospek yang cerah dalam jangka panjang meski dalam kurun dekat harga batu bara masih berfluktuatif.

Direktur Penilaian Perusahaan PT Bursa Efek Indonesia, Hoesen, me­­nyambut baik aksi korporasi yang dilakukan beberapa emiten yang memiliki kekhawatiran terhadap prospek bisnis usahanya ke depan.

BEI dalam hal ini, memang terus mendorong emiten untuk mem­­pertahankan keberlangsung­an usahanya.

“Perusahaan yang tidak punya going concern ini mau melakukan apa? Kita harus dorong mereka untuk tingkatkan kinerja dan akhir­­­nya bisa menaikan nilai sa­­hamnya,” katanya, Rabu (26/12).

Mengenai akuisisi Permata Energy, Hoesen menilai aksi korporasi tersebut merupakan hal yang baik dan dilakukan dengan proses yang benar.

“Ambil perusahaan tambang tentu bukan yang greenfield. Pasti yang sudah jalan sehingga ketika diakuisisi sudah bisa menghasilkan dan kinerja perseroan bisa kembali baik,” sambung Hoesen.

Menurut analis First Asia Capital, David Nathanael, ekspansi beberapa emiten yang kurang perform ke bisnis tambang sebetulnya memiliki risiko yang cukup tinggi. Pasalnya, mereka belum memiliki pengalaman di bisnis tambang.

“Namun mereka tentu sudah punya perhitungan sendiri. Kalau bisnis inti sudah tidak memiliki prospek, alih usaha bisa jalan terbaik,” katanya.

Saat Tepat

David menilai, tahun ini memang menjadi momen yang tepat bagi emiten untuk meng­akuisisi tambang menyusul harga komoditas yang menyentuh level terendah.

“Penilaian harga wajar terhadap izin usaha pertambangan (IUP) dihitung dari cadangan tambang dikalikan dengan harga saat ini sehingga pasti akan lebih murah,” jelasnya.

Adapun peringkat investment grade dan kondisi ekonomi yang cukup stabil menjadi faktor pendukung emiten melakukan akuisisi.

Di sisi lain, David mencatat akuisisi yang terjadi sepanjang 2012 ini merupakan akuisisi lahan tambang kecil dan mene­ngah.

“Dengan beberapa regulasi seper­ti domestic market orientation (DMO) dan margin laba yang semakin tergerus, pengusaha tambang kecil dan menengah kini semakin sulit bersaing sehingga melepas aset bisa jadi jalan terbaik,” jelasnya.

Lahan tambang, sejatinya juga dilirik oleh beberapa emiten untuk kepentingan ekspansi. Emiten perkapalan PT Trada Maritime Tbk misalnya menaksir akuisisi lahan batu bara di Kutai Barat, Kalimantan Timur bisa rampung pada awal tahun depan.

Perusahaan investasi PT Inovisi Infracom Tbk juga berniat untuk melakukan akuisisi 5 lahan tambang lagi tahun depan.

Sekretaris Perusahaan Inovisi, Benita Sofia, mengatakan lahan tambang tersebut terdapat di Kalimantan Tengah, Timur dan Barat. “Kita akan beli  sekitar 70% sa­­ham sehingga menjadi mayoritas,” sambungnya. (redaksi@bisnis.coid) (faa)

Sumber : Bisnis Indonesia, 28.12.12.

[English Free Translation]
Mining sector this year to be the belle of the many ogled by the issuer on the Indonesia Stock Exchange. Although coal prices are still declining, the coal is believed to save some issuers whose their business were slump.

No comments:

Post a Comment

[KU-179/2021] Dirut KAI Commuter Mukti Jauhari Tutup Usia

  Bisnis.com, JAKARTA - Keluarga besar KAI Group khususnya KAI Commuter hari ini berduka. Direktur Utama KAI Commuter Mukti Jauhari meningg...