Monday, July 30, 2012

[KU-191/2012] BK Batubara : Perhapi Sarankan Pemerintah Teliti Aspek Keekonomian


JAKARTA : Pemerintah disarankan melakukan perhitungan teliti terhadap aspek keekonomian perusahaan batu bara sebelum memberlakukan bea keluar terhadap ekspor komoditas itu.

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Irwandy Arif mengatakan sebaiknya pemerintah melakukan perhitungan yang teliti dari revenue dan biaya perusahaan batu bara secara keseluruhan, termasuk royalti dan semua pajak dan nonpajak yang dikenakan.

“Sehingga keputusannya memperhitungkan semua aspek keekonomian suatu perusahaan dan pemerintah mendapatkan pemasukan yang optimal, sehingga bisnis batu bara dapat dijalankan secara berkeadilan,” ujarnya ketika dihubungi Bisnis, hari ini.

Irwandy berpendapat pengendalian produksi batu bara memang menjadi program prioritas pemerintah saat ini. Namun hal itu harus dihubungkan tidak semata-mata dengan jumlah ekspor, tapi juga dengan program kebijakan energi nasional.

“Pemerintah harus mampu mendorong perusahaan untuk mendirikan PLTU Mulut Tambang. Batu bara harus dilihat lebih sebagai sumber energi daripada sebagai komoditi perdagangan,” tegasnya, Rabu 6 Juni 2012.

Sebelumnya, Rohan Kendall, Senior Coal Research Analyst dari Wood Mackenzie, mengatakan Indonesia bisa menjadi tidak kompetitif dibandingkan dengan negara lain jika pemerintah mengenakan pajak ekspor atau bea keluar terhadap batu bara.

Menurut Kendall, pajak ekspor akan menambah beban ongkos (cash costs of mines) bagi perusahaan. Pada 2006, beban ongkos sebesar US$16 per ton dan pada 2012 meningkat jadi US$53 per ton. Jika ditambah pajak ekspor, beban ongkos bisa bertambah rata-rata US$19 per ton atau meningkat 36%.

“Ini akan membahayakan sekitar 68 juta ton ekspor batu bara Indonesia per tahun dan market value hingga US$11 miliar,” ujarnya seperti dikutip Bloomberg.

Pajak ekspor akan berdampak lebih besar dibandingkan dengan kombinasi pajak sumber daya mineral (mineral resource rent tax) dan pajak karbon (carbon tax) yang diterapkan di Australia, yang mengurangi nilai industri batu bara Australia sebesar US$9 miliar.

Menurutnya, tanpa dibebankan pajak ekspor pun, beban ongkos batu bara di Indonesia akan terus meningkat. Pasalnya, proyek batu bara yang baru berada di lokasi yang jauh di pedalaman dan jauh dari sungai yang bisa dilayari, yang artinya akan menambah ongkos transportasi. Misalnya seperti di Sumatra Selatan dan formasi Wahau di Kalimantan Timur.

Wood Mackenzie berkesimpulan bahwa mengontrol beban ongkos batu bara adalah tantangan utama bagi Indonesia untuk jangka panjang. Sementara itu, kebijakan pemerintah juga menimbulkan risiko terhadap daya saing batu bara Indonesia.(bas)

Sumber : Bisnis Indonesia, 06.06.12.

[English Free Translation]
Government advised to do thorough calculation of the economic aspects of coal companies before imposing duty out (baca  : Bea Keluar) of the export commodity.

No comments:

Post a Comment

[KU-179/2021] Dirut KAI Commuter Mukti Jauhari Tutup Usia

  Bisnis.com, JAKARTA - Keluarga besar KAI Group khususnya KAI Commuter hari ini berduka. Direktur Utama KAI Commuter Mukti Jauhari meningg...