Thursday, August 2, 2012

[KU-193/2012] Review Pertambangan : Regulasi Tambang Tak Sentuh Perusahaan Kakap


Sektor pertambangan di Indonesia bagai lumbung emas yang menjadi incaran investor asing. Eksploitasi tambang pun tak terelakkan dan bahkan berlebihan, apalagi aturan yang diterapkan selama ini adalah pembebasan pajak ekspor bahan tambang mentah, membuat pengusaha makin membabi buta menggali bumi pertiwi Indonesia.

Sehingga, tidak mengherankan lagi apabila ekspor bahan tambang mentah meroket tajam. Berdasarkan data di Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, selama tiga tahun ini, ekspor bijih tembaga naik 800% atau delapan kali lipat. Ekspor bijih tembang juga naik hingga 1.100% atau 11 kali lipat.

Ekspolitasi besar-besaran atas tambang tersebut menciptakan keresahan. Tanpa peraturan yang tegas, persediaan bahan tambang  di Tanah Air tentunya akan habis, sementara nilai tambah yang diciptakan sangat kecil. Bisnis tambang, pada kenyataannya  juga gagal meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.

Pemerintah menanggapinya dengan mengeluarkan UU No. 4/2009 tentang Mineral dan Batu bara yang salah satu poinnya adalah melarang ekspor batu bara dan mineral mentah per tahun 2014, atau kurang dari dua tahun dari sekarang.

Dengan kebijakan itu,berarti para pelaku usaha harus mengolah terlebih dahulu bahan tambang yang dikeruk.

Kementerian ESDM telah menerbitkan peraturan menteri no. 7 tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral.

Reaksi pun muncul, terutama dari para pengusaha dan negara-negara yang selama ini menikmati pasokan tambang dan mineral dari Indonesia.

Sementara itu, sejumlah pelaku usaha disinyalir mulai mengeruk habis-habisan batu bara dan mineral, sebelum larangan ekspor diberlakukan. Khawatir dengan pengerukan bahan tambang berlebihan tersebut, pemerintah pun mengusulkan penerapan pajak ekspor sebelum 2014.

Tahap awal diusulkan pajak ekspor sebesar 15%. Tahun ini, diharapkan bisa mencapai 25% dan tahun depan sebesar 50%.

Kekhawatiran itu beralasan karena masih sedikit perusahaan yang menyiapan industry pengolahan dan pemurnian bahan tambang. Berdasarkan data kementrian ESDM, baru 19 pabrik yang berncana membangun smelter, padahal ada 8523 izin usaha pertambangan.

Terobosan pemerintah tadi patut didukung. Jika tambang dibiarkan terus dieksploitasi secara membabi buta, generasi mendatang dinegeri ini hanya akan diwarisi segudang persoalan.

Data ESDM menunjukkan ekspor nikel dan bauksit pun dari tahun 2010 ke 2011 meningkat tajam. Nikel di tahun 2010 sebesar 7,5 naik menjadi 32,9 dan nikel 15,6 naik menjadi 40,7.

Bagi yang kontra mengungkapkan jika peraturan (pasal 21 permen no 7 tahun 2012) ini benar-benar diterapkan industri tambang terancam bangkrut.

Ditinjau dari hukum, permen ini tidak ada akan berlaku bila daerah mengeluarkan perda atau perwil. Otonomi daerah menghalalkan peraturan ini. Perda jauh lebih tinggi kedudukannya daripada permen. Dan itu yang membuat carut mawutnya dunia pertambangan, mulai dari kerusuhan, pajak daerah dan semacamnya.

Pemerintah masih bisa mendapat penerimaan sektor pertambangan yang lebih besar dari jumlah yang diterima saat ini. Komoditas pertambangan yang harga pasarnya cenderung naik seharusnya menjadi keuntungan bagi Indonesia sebagai negara penghasil tambang.

Apabila merunut  regulasi di atas, yaitu terkait larangan ekspor barang tambang mentah dan penerapan pajak ekspor, maka semuanya itu belum menyentuh pengusaha tambang raksasa. Aturan di atas memang baik apabila diterapkan dengan tegas, namun alangkah baiknya bila aturan ketat serupa diterapkan pada pngusaha tambang kakap.

Mereka, perusahaan tambang yang memiliki kontrak karya, bebas melakukan aktivitasnya tanpa terlalu banyak aturan yang membelenggunya. Padahal, justru disitu lah lumbung uang yang sebenarnya.

Pengusaha tambang minyak dan gas, emas, dan uranium terasa mendapatkan angin segar., sedangkan pengusaha tambang menengah ke bawah malah kembang kempis.(arif.pitoyo@bisnis.co.id)

Sumber : Bisnis Indonesia, 02.07.12.

[English Free Translation]
Indonesia's mining sector like gold barn that became the target of foreign investors. Mine exploitation is inevitable and even excessive, especially the rules that applied for tax exemption is a mine of raw material exports, create more entrepreneurs blindly digging this motherland.

No comments:

Post a Comment

[KU-179/2021] Dirut KAI Commuter Mukti Jauhari Tutup Usia

  Bisnis.com, JAKARTA - Keluarga besar KAI Group khususnya KAI Commuter hari ini berduka. Direktur Utama KAI Commuter Mukti Jauhari meningg...