KONTAN.CO.ID
-JAKARTA. Pemerintah memastikan akan membentuk Lembaga Pengelola Investasi atau
Sovereign Wealth Fund (SWF).
Pembentukan ini tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law
Cipta Kerja.
Lembaga
ini kelak akan menjadi alat finansial bagi negara untuk memiliki atau mengatur
dana publik dan menginvestasikannya ke aset-aset yang luas dan beragam.
Dalam
operasinya kelak, LPI ini akan dijalankan oleh dewan direksi. Sesuai draft RUU
Cipta Kerja, LPI kelak memiliki dewan pengawas yang terdiri dari Menteri
Keuangan dan Menteri
BUMN dan
setidaknya tiga anggota dari profesional.
“Jadi
ada kontrol badan pengawas. Badan pengawasnya terdiri dari Menkeu dan Menteri
BUMN,” ujar Anggota Perumus LPI sekaligus Direktur Utama PT Bahana Pembinaan
Usaha Indonesia (BPUI) Robertus Bilitea dalam rapat DIM RUU Cipta Kerja bersama
Badan Legislatif DPR, Selasa (22/9)
Dewan
pengawas kelak akan memiliki komite-komite, antara lain: komite audit, komite
remunerasi, dan komite manajemen risiko.
LPI
kelak juga punya dewan penasihat yang berasal dari kalangan profesional, yang
bertugas memberikan masukan ke direksi berdasarkan prinsip kehati-hatian dan
tata cara pengelolaan yang terbaik sesuai standar internasional.
Robertus
menyebut, modal dan aset untuk pengelolaan dana abadi alias sovereign wealth
fund ini (SWF) kelak cukup besar. Modal dari LPI juga bisa beragam, dari
cadangan devisa, surplus perdagangan, surplus anggaran, maupun penerimaan
negara dari sumber daya alam.
Anggota Perumus Lembaga Pengelola Investasi
Kementerian BUMN Adityo menambahkan, Kementerian BUMN juga telah melakukan
banyak kajian dengan negara lain dalam rencana pembentukan lembaga ini. Ada 10
negara yang dijadikan contoh untuk pembentukan lembaga tersebut.
Di
dunia, ada dua tujuan suatu negara mendirikan LPI. Pertama, untuk didirikan untuk mengembangkan
hasil kekayaan yang dimiliki oleh negara. Beberapa negara yang menganut pilihan ini
adalah Norwegia, Abudabi dan Malaysia.
Kedua
pembentukan LPI adalah mendatangkan investasi asing langsung atau
foreign direct investment. Tujuan tersebut persis dengan kebutuhan Indonesia
saat ini. Adapun negara yang menganut hal ini adalah India dan Rusia.
"Kalau
di India namanya NIIF. Jadi ada dua tipe SWF tadi yang dimiliki negara maju dan
negara berkembang, dengan dua fungsi berbeda, tapi ada ciri yang sama,"
ujarnya.
Pendirian
LPI diharapkan mampu meraup investasi besar. Proyek-proyek yang digarap pun
nantinya memiliki nilai investasi besar, antara lain sepeti pembangunan jalan
tol, bandar udara, pelabuhan dan juga Ibu Kota Baru di Kalimantan.
Cikal-bakal
SWF Indonesia sejatinya sudah ada. Kementerian Keuangan pernah membentuk Pusat
Investasi Pemerintah (PIP) sebagai bayi SWF Indonesia berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.01/2007.
Pembentukan
PIP mengacu skema SWF yang dimiliki Singapura, yakni Government Investment Center (GIC) dan Temasek
Holding, serta
Khazanah di Malaysia. PIP mendapatkan suntikan modal awal sebesar Rp 4 triliun.
Setelah
berdiri hampir delapan tahun, PIP dilikuidasi tahun 2015 karena investasinya
dinilai tidak berkembang seperti harapan pemerintah.
Penutupan
PIP dikukuhkan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 232/PMK.06/2015 yang
ditandatangani Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pada 21 Desember 2015.
SWF
dalam praktiknya di banyak negara, memiliki banyak tujuan alias goal. Antara lain untuk stabilisasi dana
(stabilization funds), sumber dana tabungan untuk generasi di masa depan
(savings or future generations fund), untuk dana pensiun (pension reserve
funds),dana cadangan investasi (reserve investment funds) serta dana
pengelolaan kekayaan negara untuk pembangunan strategis (strategic development
sovereign wealth funds)
Dikutip
dari Sovereign Wealth Fund Institute, pengelolaan dana melalui SWF lebih
mengutamakan imbal hasil (return) daripada likuiditas. Walhasil, ini lebih berisiko dibandingkan cadangan
devisa yang dikelola secara tradisional.
Negara
yang mengutamakan likuiditas tentu saja
akan membatasi investasi SWF pada instrumen surat utang yang sangat
likuid, misalnya surat utang pemerintah.
Tapi,
ada juga SWF yang berinvestasi langsung pada industri domestik.
Beberapa
negara membentuk SWF untuk mendiversifikasi sumber pendapatan. Misalnya, UEA
yang kekayaannya sangat bergantung pada ekspor minyak mentah. UEA menempatkan
sebagian cadangan devisanya ke SWF yang berinvestasi pada aset-aset yang
terdiversifikasi.
Jika
ada risiko, semisal harga minyak dunia turun, pendapatan UEA dari hasil
investasi lain bisa menutup penurunan tersebut.
UEA adalah salah satu negara yang memiliki SWF
di jajaran sepuluh besar dunia, yakni Abu Dhabi Investment Authority dengan dana
kelolaan sebesar US$ 579, 62 miliar pada bulan Juli 2020.
Adapun
berdasarkan data stastista per Juli 2020, SWF dengan dana kelolaan terbesar
adalah sebagai berikut:
Inilah
daftar 10 besar pengelola dana investasi di banyak negara, per Juli 2020.
Norway Government Pension Fund Global memiliki dana
kelolaan sebesar US 1.186,67 miliar.
China dengan dana kelolaan sebesar US$ 940,6
miliar.
Abu Dhabi Invesment Authority dengan kelolaan
US$ 579,62 miliar
Kuwait Investment Authority dengan dana
kelolaan US$ 533,65 miliar.
Hong Kong Authority Invesment Portfolio (China-Hong Kong)
dengan dana kelolaan US$ 528, 05 miliar.
GIC Private Limited (Singapura) dengan dana
kelolaan US$ 453,2 miliar.
SAFE Invesment Company (China) dengan dana
kelolaan sebesar US$ 417,84 miliar
Temasek Holdings (Singapura) dengan dana
kelolaan sebesar US$ 375,38 miliar
Public Investment Fund dengan dana US$
360 miliar.
SWF adalah
National Council for Social Security Fund milik China dengan duit
kelolaan sebesar US$ 325 miliar.
Sumber
: Kontan, 23.09.20 / Foto : Tirto ID.
[English
Free Translation]
The
government ensures that it will form a Sovereign Wealth Fund (SWF). This
formation is contained in the Work Creation Omnibus Law Draft Bill (RUU Omnibus
Law Cipta Kerja). You shud read and know about this.
No comments:
Post a Comment