JAKARTA : Pemerintah
disarankan melakukan perhitungan teliti terhadap aspek keekonomian perusahaan
batu bara sebelum memberlakukan bea keluar terhadap ekspor komoditas itu.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli
Pertambangan Indonesia (Perhapi) Irwandy Arif mengatakan sebaiknya pemerintah
melakukan perhitungan yang teliti dari revenue dan biaya perusahaan batu bara
secara keseluruhan, termasuk royalti dan semua pajak dan nonpajak yang
dikenakan.
“Sehingga keputusannya
memperhitungkan semua aspek keekonomian suatu perusahaan dan pemerintah
mendapatkan pemasukan yang optimal, sehingga bisnis batu bara dapat dijalankan
secara berkeadilan,” ujarnya ketika dihubungi Bisnis, hari ini.
Irwandy berpendapat
pengendalian produksi batu bara memang menjadi program prioritas pemerintah
saat ini. Namun hal itu harus dihubungkan tidak semata-mata dengan jumlah ekspor,
tapi juga dengan program kebijakan energi nasional.
“Pemerintah harus mampu
mendorong perusahaan untuk mendirikan PLTU Mulut Tambang. Batu bara harus
dilihat lebih sebagai sumber energi daripada sebagai komoditi perdagangan,”
tegasnya, Rabu 6 Juni 2012.
Sebelumnya, Rohan Kendall,
Senior Coal Research Analyst dari Wood Mackenzie, mengatakan Indonesia bisa
menjadi tidak kompetitif dibandingkan dengan negara lain jika pemerintah
mengenakan pajak ekspor atau bea keluar terhadap batu bara.
Menurut Kendall, pajak
ekspor akan menambah beban ongkos (cash costs of mines) bagi perusahaan. Pada
2006, beban ongkos sebesar US$16 per ton dan pada 2012 meningkat jadi US$53 per
ton. Jika ditambah pajak ekspor, beban ongkos bisa bertambah rata-rata US$19
per ton atau meningkat 36%.
“Ini akan membahayakan
sekitar 68 juta ton ekspor batu bara Indonesia per tahun dan market value
hingga US$11 miliar,” ujarnya seperti dikutip Bloomberg.
Pajak ekspor akan berdampak
lebih besar dibandingkan dengan kombinasi pajak sumber daya mineral (mineral
resource rent tax) dan pajak karbon (carbon tax) yang diterapkan di Australia,
yang mengurangi nilai industri batu bara Australia sebesar US$9 miliar.
Menurutnya, tanpa dibebankan
pajak ekspor pun, beban ongkos batu bara di Indonesia akan terus meningkat.
Pasalnya, proyek batu bara yang baru berada di lokasi yang jauh di pedalaman
dan jauh dari sungai yang bisa dilayari, yang artinya akan menambah ongkos
transportasi. Misalnya seperti di Sumatra Selatan dan formasi Wahau di
Kalimantan Timur.
Wood Mackenzie berkesimpulan
bahwa mengontrol beban ongkos batu bara adalah tantangan utama bagi Indonesia
untuk jangka panjang. Sementara itu, kebijakan pemerintah juga menimbulkan
risiko terhadap daya saing batu bara Indonesia.(bas)
Sumber : Bisnis Indonesia,
06.06.12.
[English Free Translation]
Government advised to do
thorough calculation of the economic aspects of coal companies before imposing
duty out (baca : Bea Keluar) of the
export commodity.
No comments:
Post a Comment