Jakarta, CNN Indonesia -- Ning
Stasiun Balapan
Rasane Koyo Wong Kelangan
Kowe Ninggal Aku
Ra Kroso Netes Eluh Ning Pipiku
Da... Dada Sayang
Da... Slamat Jalan
Potongan lirik tersebut berasal
dari lagi “Stasiun Balapan” milik Didi
Kempot yang dikabarkan meninggal dunia
pada hari Selasa 05/05.
Lagu ini terdapat dalam album
studio debut Didi Kempot yang juga bertajuk sama dan dirilis pada 1999.
'Stasiun Balapan' yang memiliki
nada sendu di awal namun kemudian diiringi tabuhan gendang disebut Didi memang
memiliki lirik berbahasa Jawa yang menyayat hati, seperti lagunya sendiri.
Lagu itu, kata Didi, terinspirasi
dari kisah nyata yang ia lihat secara langsung. Saat masih mengamen di Stasiun
Balapan di tengah era 1984-1986, ia melihat banyak orang yang berpelukan hingga
menangis karena akan berpisah.
Lagunya memang bernada sendu,
namun karier pria asal Solo kelahiran tahun 1966 ini berhasil meroket
karenanya. Terbukti dengan sering diputarnya lagu tersebut di radio-radio
campursari Indonesia pada sekitar tahun 1990an, jauh sebelum eksistensi para
Sobat Ambyar.
Jika mencari kata 'Stasiun
Balapan' di internet, maka banyak tautan artikel yang disisipi kata
'bersejarah'. Stasiun kereta yang berada di Solo ini memang menyimpan banyak
sejarah sejak dibangun dan beroperasi ketika zaman penjajahan Belanda, tepatnya
pada 10 Februari 1870.
Stasiun dengan kode SLO ini
merupakan stasiun utama di kota Solo dan tertua
ke-dua di Indonesia setelah Stasiun Samarang - yang kini sudah digantikan oleh Stasiun Semarang
Tawang.
Stasiun Balapan juga merupakan
stasiun ke-dua yang menggunakan sistem
persinyalan elektrik setelah Stasiun
Bandung. Sistem tersebut dibuat oleh Siemens.
Modernisasi Pulau Jawa menjadi
semangat pembangunan stasiun ini, yang dilakukan oleh perusahaan Hindia-Belanda, Nederlandsch-Indische
Spoorweg Maatschappij (NIS) dan
dikelola oleh perusahaan kereta api negara saat itu, Staatssporwegen. Arsiteknya Herman
Thomas Karsten.
Karsten merancang stasiun dengan
gaya arsitektur campuran Belanda-Jawa. Istilahnya Nieuwe
Bouwen atau bangunan baru, sehingga
fungsi bangunannya bisa mengadaptasi lingkungan sekitarnya. Terbukti dengan
keberadaan atap-atap yang tinggi sebagai lubang udara.
Jalur stasiun kereta ini
menghubungkan kota Bandung, Jakarta, Surabaya, dan Semarang. Ada dua terminal
di sini, yang ke arah selatan dan utara. Terminal ke selatan memiliki lima
jalur, terminal ke utara memiliki tujuh jalur.
Dikutip dari Surakarta.go.id, nama 'balapan' berasal dari pemakaian lahan stasiun yang merupakan
Alun-Alun Utara milik Keraton Mangkunegaran di bawah kepemimpinan Mangkunegoro
IV. Di dalam alun-alun terdapat lintasan pacuan kuda
atau yang disebut balapan.
Sebagai gantinya, Keraton
Mangkunegaran mendapat lahan di Manahan untuk dibangun sarana pacuan kuda dan
aktivitas olahraga lainnya.
Selain dekat dengan pusat
pemerintahan, stasiun ini juga dekat dengan Pasar Legi dan pemukiman orang kaya
Eropa pada zaman itu, Villa
Park. Tak heran jika harga tanah di stasiun sangatlah
mahal saat itu.
Setelah Stasiun Balapan berdiri,
Belanda menghubungkan rel kereta dengan stasiun-stasiun yang berada di
titik-titik strategis, yakni di Purwosari,
Sriwedari, dan Jebres.
Stasiun-stasiun itu terhubungkan
oleh rel-rel yang melewati tengah kota. Salah satu buktinya adalah jalur rel
yang ada di tepi jalan Slamet Riyadi dan masih digunakan hingga sekarang.
Saat ini, kereta dari arah timur
yang menuju ke jalur utara (Semarang) maupun sebaliknya dilayani di Stasiun
Solo Jebres, sedangkan kereta kelas ekonomi jalur selatan (Yogyakarta, Bandung,
Purwokerto, dan Jakarta) dan lokal/komuter (Yogyakarta dan Kutoarjo) dilayani
di Stasiun Purwosari.
Stasiun Balapan menjadi saksi
bisu beragam sejarah di Indonesia. Mengutip Kemendikbud.go.id, Pakubuwono X menggunakan stasiun ini saat
hendak berangkat menikahi putri Hamengku Buwono VII pada tahun 1915.
Lalu momen pengangkutan massa Sarikat Islam yang akan melaksanakan Kongres
Sarikat Islam di Solo.
Stasiun Balapan masuk dalam
daftar Bangunan Cagar Budaya pada tahun 2013.
Atas karya populernya tentang
Stasiun Balapan, PT Kereta Api Indonesia resmi menetapkan Didi Kempot sebagai Duta Kereta Api Indonesia.
Sumber : CNN Indonesia, 05.05.20 / Foto : TribunNews.
[English Free Translation]
Stasiun Balapan is a silent
witness of various histories in Indonesia. Quoting Kemendikbud.go.id,
Pakubuwono X used the station when he was about to leave to marry the daughter
of Hamengku Buwono VII in 1915. It also revealed the distress of Didi Kempot,
the singer of the campursari song titled Stasiun Balapan, who died today. Rest
in Peace the Godfather of the Broken Heart.
No comments:
Post a Comment