Minggu petang 8 Desember 2013, menjelang pukul 17.00. Direktur
Utama PT Kereta Api (Persero) Ignasius Jonan menelepon Rono
Pradipto, Direktur Keselamatan dan Keamanan. Tidak seperti biasanya
telepon Rono tidak aktif. Berulang kali Jonan menelepon, tidak ada respon.
Tidak ada soal penting yang hendak
disampaikan Jonan. Ia menelepon sekadar menuruti firasat hatinya. Entah mengapa
sore itu Jonan merasa sesuatu akan terjadi. Ia menelepon Rono untuk memastikan
semua sistem dan perangkat penunjang keselamatan perjalanan kereta api di
seluruh jalur dan lintasan bekerja dengan baik.
Senin siang 9 Desember, Bandara Kualanamu
Medan. Jarum jam sudah bergesermendekati pukul 11.45 WIB. Jonan yang baru
keluar dari pesawat Garuda Indonesia bergegas mengaktifkan telepon selulernya.
Ekspresinya berubah serius. Sejumlah panggilan dari pimpinan KAI dan PT KAI
Commuter Jakarta (KCJ), sejumlah sms dan bbm, masuk ketika ponselnya tidak
aktif selama penerbangan hampir dua setengah jam.
Laporan masuk: terjadi kecelakaan di
perlintasan kereta api Jln. Bintaro Permai, Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
pukul 11.25. Kereta Commuter Line 1131 jurusan Serpong-Tanah Abang menabrak
truk tangki Pertamina. Ada korban tewas dan puluhan korban luka-luka.
Spontan Jonan menghubungi pusat kendali operasi
KAI di Stasiun Manggarai Jakarta. Dia minta laporan terbaru dari lokasi
kecelakaan. Orang pertama yang ia beri tahu kejadian itu adalah Wakil Menteri
Perhubungan Bambang Susantono.
Jonan bersama Direktur Prasarana KAI Candra
Purnama berada di Medan untuk mendampingi Bambang Susantono
meninjau Kereta Api Bandara Kualanamu. Sudah sejak 14 November 2013 Airport
Railink Services (ARS) beroperasi full service berstandar
internasional, setelah rangkaian KA dari Korea Selatan lulus uji sertifikasi.
Rencananya, selepas mendampingi Wamenhub
Jonan menyampaikan briefing ke jajaran Daerah Operasi 1, lalu
meluncur ke TB Gramedia Sun Plaza Medan untuk jadi nara sumber bincang buku Jonan & Evolusi
Kereta Api Indonesia, pukul 16.30-18.00. Ia dijadwalkan terbang
kembali ke Jakarta dengan flight terakhir Garuda pukul 20.50 Wib.
Untuk kepentingan bincang buku itulah saya
ikut ke Medan, di samping ingin melihat dari dekat perkembangan ARS.
Menyusul kabar kecelakaan hebat itu, Jonan
menyampaikan keinginan untuk langsung kembali ke Jakarta. Namun karena harus
mendampingi Wamenhub, keinginan itu diurungkan.
Sekitar dua jam Wamenhub merasakan dan
melihat dari dekat KA Bandara Kualanamu. Meninjau Stasiun Besar Medan, lalu
kembali menggunakan KA ke Kualanamu International Airport.
Jonan berusaha kembali ke Jakarta secepatnya
dengan penerbangan terdekat. Ada beberapa penerbangan non-Garuda. Tapi semuanya
sudah penuh, dan tidak ada jaminan on time. Akhirnya Jonan
mendapat seat di GA 191 pukul 16.25.
Waktu menunggu dimanfaatkan Jonan untuk
memantau dan mengendalikan penanganan kecelakaan Bintaro. Lounge Stasiun KA Bandara pun berubah menjadi
pusat komando. Tidak sejenak pun telepon selularnya jeda menerima panggilan
atau mengirim pangggilan, menerima sms dan bbm, atau mengirim sms dan bbm.
Ia melapor kepada para pejabat Kemenhub dan
Kementerian BUMN, menjawab pertanyaan anggota DPR, dan merespon permintaan
wawancara. Candra Purnama dan Humas KAI Sugeng Priyono tak kalah sibuk.
KAI punya prosedur baku crisis
management. Semua jajaran yang terkait dengan penanganan kecelakaan
sudah bergerak sesuai tugas masing-masing. Kepada jajaran KAI dan KCJ Jonan
memastikan SOP penanganan kecelakaan bekerja dengan baik.
Ada ketegangan, namun tidak kepanikan. Ada
kekhawatiran, tapi bukan ketakutan.
Penyejuk udara yang sudah bekerja sejak Jonan
memasuki ruangan, seolah tidak menyemburkan hawa dingin.
Sesekali dia menyeruput kopi, dan menyedot
rokok. Sebentar berdiri, lalu duduk, berdiri, duduk lagi. Makan siang yang
disajikan sama sekali tidak disentuh.
Tapi karakter humorisnya tidak bisa
dibendung. Ketika seorang karyawan perempuan muda menyajikan buah manggis dan
rambutan binjai, dia nyeletuk. “Mana Fadhil, kan saya bilang tadi saya mau yang
rambut hitam, bukan rambut begini.” disambut tawa yang hadir. MN Fadhil adalah
Direktur Utama Railink, operator KA Bandara Kualanamu.
Toh rambutan binjai dan manggis segar itu
sama sekali tak menggugah seleranya. Kecelakaan Bintaro menyita seluruh
perhatian.
Instruksinya jelas. Pertama, utamakan
evakuasi dan penanganan korban. Unit Kesehatan KAI dan KCJ diperintahkan untuk
mengurus korban luka dan meninggal dengan maksimal sampai tuntas. Kedua, segera upayakan perbaikan dan normalisasi lintasan. Ketiga,
selesaikan persoalan sesuai ketentuan hukum agar ada efek jera.
Ia meminta istrinya, Ratnawati Jonan, agar
mendampingi keluarga masinis dan petugas teknik yang tewas dalam kecelakaan
itu.
Melalui media, Jonan menyampaikan bela
sungkawa mendalam atas jatuhnya korban. Ia tak hendak mencari kambing hitam.
Namun dia berpandangan, kecelakaan tidak akan terjadi andai pengguna jalan raya
disiplin mematuhi peraturan lalu lintas.
Sampai dia boarding, laporan yang
masuk empat orang korban meninggal dunia. Dua adalah karyawan kereta api, yaitu
masinis Darman Prasetyo dan petugas teknik Sofyan Hadi, dan dua orang
penumpang.
Penerbangan Medan-Jakarta terasa lebih lama
dari biasanya. Jonan tidak bisa tenang. Ia terus memainkan ponsel dalam posisi airplane
mode. Dia menulis pesan untuk seluruh jajaran KAI melalui milis
grup. Begitu mendarat, pesan langsung menyebar.
Syuhada
Jonan tidak bisa menutupi kekecewaan dan
kesedihannya. Hingga mendekati penghujung 2013
PT KAI berhasil menurunkan Peristiwa Luar Biasa Hebat (PLH)
hingga ke angka paling rendah sepanjang sejarah KAI. PLH adalah kecelakaan yang
akibat tabrakan antar kereta atau karena anjlokan.
Hingga awal November 2013, terjadi tujuh
anjlokan, turun drastis dari 54 anjlokan selama 2012, atau 79 anjlokan pada
tahun 2009 ketika Jonan pertama kali masuk KAI.
Angka tabrakan antar kereta, hingga awal
Desember 2013 nihil. Tahun 2012 masih terjadi tiga kasus, tahun 2009 tujuh
kasus.
Jika sampai akhir tahun ini tidak terjadi PLH
tabrakan, zero accident, jelas
merupakan sebuah PLH: Prestasi Luar Biasa Hebat!
Yang masih kerap terjadi adalah kecelakaan
lalu lintas pada perlintasan sebidang, seperti terjadi di Bintaro Senin siang
itu. Data Kementerian Perhubungan, dari 1 Januari hingga November 2013 terjadi
79 kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang.
Perlintasan sebidang memang rawan kecelakaan.
Ketidakdisiplinan pengendara kendaraan bermotor hanya salah satu penyebab.
Apalagi banyak perlintasan liar tanpa palang pintu dan penjaga resmi. Di
wilayah DKI Jakarta saja ada 506 perlintasan, hanya 186 yang masuk kategori
resmi dan dijaga.
Idealnya pada perlintasan sebidang yang rawan
kecelakaan, dibangun flyover atau underpass. Isu pembangunan flyover/underpass ini sempat mencuatkan pro dan kontra
di antara sejumlah pihak. Kecelakaan perlintasan sebidang Bintaro menyadarkan
kembali tentang keharusan untuk membangun underpass atau flyover
itu.
Kembali ke Jonan. Begitu mendarat di Soekarno
Hatta, dia langsung menuju lokasi kecelakaan di Bintaro bersama Wamenhub
Bambang Susantono. Dia di sana sampai selepas pukul dua dini hari, hingga
evakuasi bangkai truk tanki dan rangkaian KA yang terguling dan terbakar
selesai.
Toh sesampai di rumah dia sama sekali tidak
bisa tidur. Dia terus memantau dan memberi instruksi untuk normalisasi
lintasan. Targetnya Selasa pagi lintasan sudah bisa dilalui. Minimal satu
jalur. Target itu berhasil dipenuhi.
Selasa pagi Jonan mendampingi Wakil
Presiden Boediono mengunjungi korban di RS Sutoyo. Seorang ibu
korban kecelakaan menuturkan, menjelang terjadi tabrakan masinis masuk ke
gerbong wanita -gerbong terdepan- untuk memperingatkan penumpang. Masinis dan
teknisi punya kesempatan untuk menyelamatkan diri. Tapi keduanya memilih untuk
memperingatkan para penumpang dan tetap berada di tempat tugas.
Jonan mencucurkan air mata mendengar cerita
itu. Ada rasa haru yang mendalam, mendengar dedikasi dan militansi anak buahnya
pada tugas dan tanggung jawab.
Jonan menyebut para
petugas KA yang tewas dalam kecelakaan di perlintasan Bintaro itu sebagai
syuhada. Sebagai bentuk tanggung jawab, ia mempersilakan istri atau saudara
kandung para “syuhada” itu untuk menjadi karyawan KAI, tanpa tes, tanpa batasan
umur, sesuai pendidikan yang bersangkutan.
Jika punya anak, KAI akan
menanggung bea siswa hingga ke jenjang perguruan tinggi.
Inikah firasat yang
mendorong Jonan menelepon Rono Pradipto Minggu sore itu? Wallahu a’lam.
Penulis : HM Djuraid.
Sumber :
Jakarta Kompasiana, 10.12.13.
[English Free
Translation]
Sunday
afternoon December 8, 2013, at 17:00. President Director of PT Kereta Api Indonesia
(Persero) Ignasius Jonan called Rono Pradipto, Director of Safety and Security.
Not as usual, Rono’s phone is off. Jonan repeatedly calling, no response. Is
there a hunch behind miscalled ?
No comments:
Post a Comment