Jakarta - Komite Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia memperkirakan larangan truk besar berlalu-lalang
di jalur pantai utara (Pantura) bakal diberlakukan mulai 11 Juli tahun depan.
Saat ini pemerintah sedang menggodok rencana yang memaksa logistik di Jawa memanfaatkan transportasi pesisir, bukan jalur Pantura seperti selama ini. Juru bicara Komite Percepatan, Edib Muslim, tadi pagi mengatakan, “Kalau saya bilang 11 Juli 2013 itu sudah (truk besar sudah dilarang lewat Pantura).”
Jalur Pantura, jalan raya yang merentang dari Merak di ujung barat hingga Banyuwangi di ujung timur, menjadi urat nadi ekonomi Jawa. Sejumlah kota besar berada di jalur ini, termasuk Jakarta, Cirebon, Semarang, dan Surabaya. Jalur itu dipenuhi truk besar dan truk peti kemas. Berat truk tersebut membuat jalan raya tidak awet dan jalur ini nyaris tidak pernah bebas dari kerusakan.
Edib mengatakan 11 Juli itu diperkirakan bakal menjadi titik awal larangan truk karena berbagai alasan. "Pada 11 Juli itu bulan puasa,” katanya. Bulan puasa adalah saat jalan raya mulai dipenuhi pemudik.
Pada masa mudik beberapa waktu lalu, menurut Edib, terjadi banyak kecelakaan yang menewaskan hampir 1.000 orang. “Kita enggak mau itu kejadian lagi," dia menambahkan.
Larangan truk besar memanfaatkan Pantura ini diusulkan oleh Kamar Dagang dan Industri sejak tiga tahun lalu. Kadin lebih menyukai barang diangkut lewat laut dengan memanfaatkan sejumlah pelabuhan di pesisir utara Jawa. Truk bisa dinaikkan ke feri ro-ro, tipe kapal penyeberangan yang praktis dinaiki mobil seperti rute Merak-Bakauheni, atau barangnya langsung naik kapal.
Alasan Kadin, larangan ini bisa mengurangi kemacetan kronis di sejumlah titik dan kawasan Industri seperti Merak. Selain itu, logistik tidak akan terganggu oleh pungutan liar yang muncul di sepanjang jalan.
Edib mengatakan pemanfaatan kapal di pesisir sudah dilakukan banyak negara Eropa. Di negara Skandinavia, seperti Norwegia, truk besar juga dilarang berlalu-lalang mengangkut barang lewat jalan raya.
“Saya pikir enggak ada salahnya kita sebagai negara kepulauan (menggunakan kebijakan itu),” katanya. “Bukan ngikutin, tapi kita harus bisa menjadi contoh, dong, buat dunia bahwa kita bisa berhemat emisi kita ke lingkungan hidup.”
Untuk program ini, yang mesti ditambah adalah jumlah kapal. Menurut Edib, Asosiasi Pemilik Pelayaran Nasional Indonesia (INSA) pun sudah diajak berbicara. “INSA menyatakan sudah siap," ucapnya.
Pengadaan kapal, menurut Edib, akan dipermudah karena harga di Eropa sudah terjangkau. "Terlebih dengan banyaknya kapal di Eropa yang harganya lebih bersaing untuk kita sewa atau beli,” katanya. “Tapi itu terpulang ke kawan-kawan INSA.”
Selain itu, mengenai infrastruktur pelabuhan, Edib mengaku juga sedang dipersiapkan. Aturan pengalihan ini pun ditujukan untuk memberdayakan pelabuhan yang selama ini kurang hidup.
Wilayah Jakarta, misalnya, tidak hanya bergantung pada Pelabuhan Tanjung Priok seperti sekarang. Muara Angke dan Dermaga Marunda, yang selama ini kurang terjamah, akan diberdayakan.
“Di daerah tidak ada masalah,” ujarnya. “(Pelabuhan) Lamongan, Kendal, itu siap. Yang justru kita persiapkan yang kiri-kanan Ibu Kota.”
Saat ini pemerintah sedang menggodok rencana yang memaksa logistik di Jawa memanfaatkan transportasi pesisir, bukan jalur Pantura seperti selama ini. Juru bicara Komite Percepatan, Edib Muslim, tadi pagi mengatakan, “Kalau saya bilang 11 Juli 2013 itu sudah (truk besar sudah dilarang lewat Pantura).”
Jalur Pantura, jalan raya yang merentang dari Merak di ujung barat hingga Banyuwangi di ujung timur, menjadi urat nadi ekonomi Jawa. Sejumlah kota besar berada di jalur ini, termasuk Jakarta, Cirebon, Semarang, dan Surabaya. Jalur itu dipenuhi truk besar dan truk peti kemas. Berat truk tersebut membuat jalan raya tidak awet dan jalur ini nyaris tidak pernah bebas dari kerusakan.
Edib mengatakan 11 Juli itu diperkirakan bakal menjadi titik awal larangan truk karena berbagai alasan. "Pada 11 Juli itu bulan puasa,” katanya. Bulan puasa adalah saat jalan raya mulai dipenuhi pemudik.
Pada masa mudik beberapa waktu lalu, menurut Edib, terjadi banyak kecelakaan yang menewaskan hampir 1.000 orang. “Kita enggak mau itu kejadian lagi," dia menambahkan.
Larangan truk besar memanfaatkan Pantura ini diusulkan oleh Kamar Dagang dan Industri sejak tiga tahun lalu. Kadin lebih menyukai barang diangkut lewat laut dengan memanfaatkan sejumlah pelabuhan di pesisir utara Jawa. Truk bisa dinaikkan ke feri ro-ro, tipe kapal penyeberangan yang praktis dinaiki mobil seperti rute Merak-Bakauheni, atau barangnya langsung naik kapal.
Alasan Kadin, larangan ini bisa mengurangi kemacetan kronis di sejumlah titik dan kawasan Industri seperti Merak. Selain itu, logistik tidak akan terganggu oleh pungutan liar yang muncul di sepanjang jalan.
Edib mengatakan pemanfaatan kapal di pesisir sudah dilakukan banyak negara Eropa. Di negara Skandinavia, seperti Norwegia, truk besar juga dilarang berlalu-lalang mengangkut barang lewat jalan raya.
“Saya pikir enggak ada salahnya kita sebagai negara kepulauan (menggunakan kebijakan itu),” katanya. “Bukan ngikutin, tapi kita harus bisa menjadi contoh, dong, buat dunia bahwa kita bisa berhemat emisi kita ke lingkungan hidup.”
Untuk program ini, yang mesti ditambah adalah jumlah kapal. Menurut Edib, Asosiasi Pemilik Pelayaran Nasional Indonesia (INSA) pun sudah diajak berbicara. “INSA menyatakan sudah siap," ucapnya.
Pengadaan kapal, menurut Edib, akan dipermudah karena harga di Eropa sudah terjangkau. "Terlebih dengan banyaknya kapal di Eropa yang harganya lebih bersaing untuk kita sewa atau beli,” katanya. “Tapi itu terpulang ke kawan-kawan INSA.”
Selain itu, mengenai infrastruktur pelabuhan, Edib mengaku juga sedang dipersiapkan. Aturan pengalihan ini pun ditujukan untuk memberdayakan pelabuhan yang selama ini kurang hidup.
Wilayah Jakarta, misalnya, tidak hanya bergantung pada Pelabuhan Tanjung Priok seperti sekarang. Muara Angke dan Dermaga Marunda, yang selama ini kurang terjamah, akan diberdayakan.
“Di daerah tidak ada masalah,” ujarnya. “(Pelabuhan) Lamongan, Kendal, itu siap. Yang justru kita persiapkan yang kiri-kanan Ibu Kota.”
Sumber : Detik,
21.12.12.
[English Free
Translation]
Committee for the Acceleration and Expansion of
Indonesia's Economic Development estimates that the ban large trucks ply the
coastal strip north (north coast or pantai utara / pantura) will be imposed
from July 11 next year or 2013.
No comments:
Post a Comment