JAKARTA, KOMPAS.com — Disebut sebagai
perusahaan penambangan dan penjualan batu bara yang diprakarsai keluarga Bakrie
dengan cadangan batu bara terbesar di Indonesia, nama besar melekat di PT Bumi
Resources Tbk. Namun, kebangkrutan finansial membayangi perusahaan itu.
Benarkah?
Menurut analis Panin Sekuritas, Fajar Indra,
jawabannya iya. Tentu saja ada dasar pertimbangan untuk menentukan hal itu.
Indra menggunakan metode Altman Score untuk menguji solvabilitas keuangan BUMI
dari kebangkrutan finansial. Ia menggunakan neraca semester-1 tahun 2012 BUMI
sebagai bahan dasar perhitungan.
Jika koefisien Z < 1,1, maka perusahaan berada
dalam zona tidak aman atau menuju kebangkrutan. "Koefisien Z BUMI sangat
kecil, yakni 0,0982 saja. Maka dapat disimpulkan bahwa BUMI saat ini berada
dalam zona tidak aman atau menuju kebangkrutan finansial," kata Indra di
Jakarta, Rabu (29/8/2012).
Total cadangan BUMI sebesar 2,8 miliar ton dimiliki
anak usahanya, PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia (Arutmin).
Tahun ini, BUMI menargetkan produksi batu bara mencapai 75 juta ton, naik 13,6
persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Namun, performa keuangan BUMI
pada semester satu tahun ini sangat buruk. Solvabilitasnya sangat lemah. BUMI
mencatatkan kerugian sebesar 322 juta dollar AS pada semester ini, setelah
mencatatkan keuntungan sebesar 232 juta dollar AS pada semester pertama tahun
lalu.
Ada beberapa faktor yang disinyalkan menyebabkan
jatuhnya performa BUMI semester pertama tahun ini. Faktor pertama adalah
tergerusnya margin laba BUMI diakibatkan melonjaknya biaya produksi sebesar 9,2
persen per ton yang tidak diimbangi oleh naiknya harga jual. "Hal ini
terjadi hampir di semua perusahaan batu bara di Indonesia karena memburuknya
harga batu bara dunia," kata Fajar.
Faktor kedua adalah tingginya beban keuangan yang
harus dibayar serta kerugian atas transaksi derivatif. Laporan keuangan BUMI
mencatat bahkan jumlah beban keuangan yang harus dibayar lebih tinggi dari laba
usahanya sendiri. Hal ini tentunya memperlihatkan betapa buruknya solvabilitas
BUMI dalam membayar utang-utangnya.
BUMI akan memperpanjang masa investasi dana senilai
231 juta dollar AS di PT Recapital Asset Management. Dengan kata lain, BUMI
gagal mencairkan investasinya untuk melakukan refinancing.
"Terlebih dalam 2 tahun,
BUMI memiliki tanggal jatuh tempo untuk utangnya
kepada CIC masing-masing sebesar 600 juta dollar AS untuk trance kedua
dan 700 juta dollar AS untuk trance berikutnya," kata
Fajar.
Sumber : Kompas,
29.09.12.
[English Free Translation]
Referred to as the company's coal mining and sales
initiated by the Bakrie family with the largest coal reserves in Indonesia, a
big name attached to PT Bumi Resources Tbk. However, the looming financial
collapse of the company. Really?
No comments:
Post a Comment