KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) nomor 57/PMK.05/2021 tentang Tarif Layanan Badan Layanan
Umum Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal pada Kementerian Agama.
Menanggapi hal
tersebut, Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Himpunan Pengusaha Muda
Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani menilai, dengan diterbitkannya aturan baku
seperti dalam PMK tersebut terbilang bagus, sehingga jelas berapa tarif yang
dikenakan untuk layanan sertifikasi halal tersebut.
"PR nya tentunya
pertama di SDM dan sumber daya lainnya yang dimiliki oleh BLU tersebut, apakah
memadai atau tidak untuk mengkaver semua layanan yang dicantumkan, dan kedua di
pengawasan pelaksanaannya," ujar Ajib saat dihubungi, Selasa (15/6).
Plt Kepala Badan
Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Mastuki mengatakan, anggaran sertifikasi halal usaha mikro dan
kecil (UMK) belum dapat direalisasikan. Hal ini karena rancangan peraturan
menteri agama tentang sertifikasi halal bagi UMK masih tahap harmonisasi di Kementerian
Hukum dan HAM.
"Tentang program
sertifikasi halal bagi UMK, ini merupakan program prioritas pemerintah dan
merupakan amanat dari UU cipta kerja dan juga PP nomor 39/2021. Harus dilakukan
bahwa mekanisme pernyataan halal oleh pelaku UMK dengan biaya Rp 0 atau
gratis," ujar Mastuki dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VIII DPR,
Senin (14/6).
Adapun pelaku UMK yang
berhak menerima program ini adalah pelaku UMK yang secara kriteria telah
memenuhi persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Mekanisme
pernyataan halal oleh pelaku usaha ini proses pemeriksaan produknya tidak dilakukan
oleh lembaga pemeriksa halal (LPH). Akan tetapi dilakukan melalui skema
pendampingan proses produksi halal (PPH).
"Pendamping PPH
tersebut adalah sebagai penanggungjawab dan memastikan bahwa segala bahan yang
digunakan dan proses produksi yang dilakukan oleh UMK adalah halal dan telah
sesuai syariat islam," ujar dia.
Setelah proses
pendampingan PPH selesai, maka dokumen pernyataan halal pelaku UMK termasuk
dokumen pendampingan PPH nya diajukan ke komisi fatwa setelah terlebih dahulu
melalui verifikasi BPJPH.
Mastuki mengatakan, isu
yang dihadapi BPJPH saat ini salah satunya mengenai digitalisasi layanan untuk
kemudahan semua layanan yang dilaksanakan oleh BPJPH. Meliputi sertifikasi dan
registrasi halal, akreditasi lembaga pemeriksa halal, pelatihan auditor halal,
pelatihan penyelia halal, pengawas halal dan pelatihan pendamping PPH untuk
UMK. Termasuk di dalamnya layanan kerjasama bidang halal baik dalam maupun luar
negeri.
"Digitalisasi
layanan menghubungkan berbagai sistem informasi dan aplikasi dari pemangku
kepentingan halal yang lainnya. seperti LPH, Komisi Fatwa MUI,
Kementerian/Lembaga, pelaku usaha, asosiasi, national halal value chain,
seperti kawasan industri halal, logistik halal dan port halal dan
sebagainya," terang dia.
Mastuki menyebut, BPJPH
mengelola big data dari database pelaku usaha baik dalam maupun luar negeri.
"Karena itu kami membutuhkan pengelolaan data yang canggih dengan data
center yang bagus dan koneksi data yg luar biasa besar," ucap dia.
Kemudian yang perlu
diperhatikan adalah mengenai pembentukan organ badan layanan umum (BLU). Dengan
telah disahkanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 57/PMK.05/2021 tentang
tarif layanan BLU BPJPH maka tahun 2021 ini BPJPH akan melakukan pembentukan
organ atau struktur organisasi pengelolaan BLU. Terdiri dari pejabat pengelola
BLU terdiri dari pimpinan BLU, pejabat keuangan dan pejabat teknis.
Kemudian, satuan
pengawas internal BLU. Ketiga, Dewan Pengawas. Keempat pejabat pengembangan
bisnis BLU.
"Sebagai tahap
awal untuk membentuk organ atau struktur organisasi BLU, BPJPH melakukan
sejumlah koordinasi secara intensif baik di internal kementerian agama maupun
dengan kementerian terkait dan juga melakukan benchmarking ke lembaga yang
menerapkan sistem keuangan yang menerapkan BLU," jelas dia.
Selanjutnya, Mastuki
mengatakan, dalam rangka meningkatkan pelayanan sertifikasi halal di seluruh
Indonesia dibutuhkan kantor perwakilan BPJPH di daerah. BPJPH telah mengusulkan
pembentukan satker kantor perwakilan kepada Kemenpan RB melalui Biro Organisasi
dan Tata Laksana Kementerian Agama.
"Berdasarkan tugas
dan kewenangan BPJPH perlu didukung struktur dan infrastruktur yang memadai
dalam melaksanakan tugas secara optimal. Rujukannya dalam pasal 5 uu 23/2014
dinyatakan bahwa BPJPH dapat membentuk perwakilan di daerah. Hal tersebut
sesuai kebutuhan JPH (jaminan produk) di pusat dan daerah, sehingga perlu dan
pentingnya BPJPH di daerah ini sebagai pelaksanaan JPH di daerah untuk
memastikan pelayanan bisa berjalan secara efektif," tutur Mastuki.
Sumber : Kontan,
15.06.21.
[English Free
Translation]
The government has issued the Minister of Finance Regulation number 57/PMK.05/2021 concerning Service Tariffs for the Public Service Agency for the Implementation of Halal Product Assurance at the Ministry of Religion.
No comments:
Post a Comment