JAKARTA, investor.id
-- Indonesia berpotensi bisa menurunkan biaya logistik (logistic cost)
4-5% dalam lima tahun ke depan. Proyeksi penurunan itu akan terjadi jika pelabuhan-pelabuhan Indonesia
menerapkan konsep pelabuhan yang terintegrasi dan menjadi fasilitator
perdagangan (trade fasilitator), atau
market place.
"Tapi, saya yakin sekali, berdasarkan simulasi yang
kami bikin, kalau ini terjadi, logistic
cost kita akan turun 4-5% dalam 5 tahun mendatang," ungkap Dirut PT Pelindo II (IPC) Elvyn G Masassya,
di sela peringatan HUT Pelindo II (IPC)
ke-27 di Jakarta, Jumat (6/12) malam.
Dia menjabarkan, salah satu fungsi utama (main function)
dari pelabuhan adalah bagaimana agar Indonesia ke depan punya daya saing.
Sedangkan daya saing akan meningkat jika logistic cost bisa diturunkan dan
rendah.
"Dalam rangka mencapai logistic cost rendah, menurut
hemat saya, menjadikan pelabuhan itu sebagai trade fasilitator. Pelabuhan bukan hanya sebagai pelabuhan, tapi
dia bisa mendukung perdagangan," bebernya.
Menurut Elvyn, sebagai trade fasilitator, pelabuhan pun
harus dibuat terintegrasi dengan kawasan industri, sehingga distribusi barang
dari kawasan industri lebih murah. Pelabuhan juga mesti terintegrasi dengan
pelayaran, sehingga kapal- kapal yang membawa barang menjadi lebih gampang
terhubung (linked) dengan pelabuhan tersebut.
"Nah, semua itu tadi baru akan terjadi kalau kita
menerapkan konsep pelabuhan sebagai trade fasilitator, di mana pemilik barang,
pengelola transportasi, pelabuhan, dan pemilik kapal ada dalam satu
platform.Platform inilah yang kita sebut sebagai trade fasilitator, atau market
place," jelasnya.
Dengan cara tersebut, semua pengguna jasa, apakah
eksportir maupun importir akan mendapatkan kebutuhannya dengan secara cepat dan
lebih transparan. Mereka pun membutuhkan kapal, pergudangan, dan transportasi
di satu pelabuhan. Jika semua itu bisa dilakukan, lanjut dia, logistic cost
Indonesia akan bisa turun dan produk-produk Indonesia akan punya daya saing
lebih tinggi.
Karena, biaya ekspornya lebih murah, lebih cepat sampai,
dan lebih mudah dimonitor dari sejak dikirimkan sampai ke tempat tujuan.
"Nah, saya pikir ini akan menjadi relevan, kalau konsep ini diterapkan
kepada seluruh Pelindo. Artinya, Pelindo yang sekarang tidak dipisahkan lagi
berdasarkan regionalnya, tapi berdasarkan fungsi-fungsinya," tuturnya.
Ke depan, idealnya pun hanya ada satu Pelindo sebagai
perusahaan BUMN pengelola pelabuhan di Indonesia. Kemudian, operasi perusahaan sesuai bidangnya, yakni
peti kemas, non peti kemas, penyediaan peralatan, penyediaan IT, dan sebagainya,
tapi dalam satu kepemilikan Pelindo.
"Kalau dalam satu kepemilikan, maka pemilik/holding
ini bisa membuat strategi untuk seluruhnya, bisa memiliki kekuatan keuangan yag
lebih memadai, dan pada akhirnya, ada satu standardisasi untuk seluruh
pelabuhan di Indonesia," tambah Elvyn.
Dia yakin, adanya
standardisasi, kekuatan keuangan, dan
ada sistem opersional yang baik dalam manajemen kepelabuhan di Tanah Air akan
meningkatkan daya saing Indonesia. Pada akhirnya, logistic cost Indonesia juga
akan lebih murah.
Tak
Mudah
Elvyn mengakui, konsep pelabuhan di Indonesia sebagai
trade fasilitator, atau market place tersebut tidak akan mudah diwujudkan.
Indonesia juga setidaknya butuh waktu 3-5 tahun ke depan untuk mencapainya
dengan upaya yang sungguh-sungguh dan tak pernah menyerah.
"Tentu, ini memang bukan pekerjaan yang sederhana.
Saya membayangkan agar bisa mengimplementasikan utuh itu sekitar 3-5 tahun lagi
dari sekarang," tegasnya. Alasannya, karena sistem tersebut harus
diperjuangkan secara utuh dan harus bisa diterima dan dijalankan oleh semua
pelaku dalam ekosistem.
"Dan, agar pelaku memahami itu, dia mungkin harus
melakukan experience (pengalaman). Dan, experince ini kan tidak sekejap, tapi
butuh setidaknya 3-5 tahun," ujar
dia. Elvyn menyampaikan, di bisnis industri pelabuhan, experince akan menjadi
fakta yang dirasakan. Sebagai contoh, misalnya dulu, Indonesia ekspor barang
dari Semarang ke Amerika lewat Singapura.
"Nah, lalu, kita coba lewat Jakarta, lebih murah
mana, ekspor lewat Singapura, atau Jakarta? Ternyata, kalau experience lebih
murah lewat Jakarta, tentu dia akan terus lewat Jakarta," imbuhnya.
Begitu juga, lanjut dia, dengan konsep trade fasilitator.
Jika belum mencoba, pelaku usaha tentu belum tahu..Tapi, kalau sudah mencoba
dan lebih menguntungkan, hal tersebut akan berdampak kepada ekosistem secara
menyeluruh. "Dan saya yakin, inilah sebenarnya konsep mengembangkan maritim Indonesia, yaitu me-linked antara
kawasan industri, pelabuhan, dan pelayaran dalam trilogi maritim di mana
sistemnya adalah trade fasilitator," ucapnya.
Kesepahaman
Namun, Elvyn berpendapat, yang paling utama adalah
perlunya kesepahaman pemikiran dari regulator dan para pelaku pengguna jasa
dalam menjadikan pelabuhan sebagai trade fasilitator.
Selain itu, dibutuhkan usaha ekstra keras (effort) untuk
mensosialisasikan dan memberikan pemahaman yang sama. "Saya yakin, kalau
regulator, player, para pengguna jasa, meyakini sebagai konsep dan dilaksanakan
secara konsisten, disiplin, ekspektasi
Indonesia menjadi poros maritim dunia, itu bukan mimpi," tutur dia.
Elvyn mengaku, konsep itu secara prinsip sudah
didiskusikan dengan Bappenas.
Bappenas juga sudah memasukkannya dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
Tapi, untuk mengeksekusinya, tak cukup hanya dengan Bappenas dan butuh
dukungan kementerian lain.
"Ada kementerian-kementerian lain yang harus
bersedia untuk memahami, atau mang-accept ini, ataukah Kementerian Perdagangan,
Perindustrian, Keuangan, dan lain sebagainya," pungkas dia. (pd)
Sumber : Investor Daily, 07.12.19.
[English Free Translation]
Indonesia has the potential to reduce logistic costs by
4-5% in the next five years. The projected decline will occur if Indonesian
ports adopt the concept of an integrated port and become a trade facilitator,
or market place.
No comments:
Post a Comment