MEDAN: Dari Alun-alun Merdeka Kota Medan, bangunan
mal Centre Point menyedot perhatian.
Stasiun KA Medan berada di antara
alun-alun dan mal tsb. Di balik modernisasi itu, tersimpan penanda kemunduran
penanganan aset perkeretaapian Indonesia.
"Saya
menduga sejak awal, keberadaan mal ini suatu saat akan bermasalah besar. Itu
karena kepemilikan lahannya masih diperebutkan antara pengusaha swasta dan PT
KAI," kata Dasril (51), warga
sekitar.
Ia sempat
beradu pendapat dengan rekannya yang menyatakan bahwa PT Arga Citra Kharisma (ACK) tetap sah sebagai pemilik mal dan
kawasan sekitarnya dengan luas mencapai 73.352 meter persegi atau 7,3 hektar.
Di seberang
mal Center Point terdapat pintu masuk Sta Medan di sisi timur. Pintu ini khusus
dikelola PT Railink untuk melayani
penumpang dengan jalur KA dari CRS
di Sta Medan menuju ARS di Bandara Kualanamu.
PT Railink
merupakan perusahaan patungan antara PT KAI dan PT AP II. Railink
mengoperasikan KA bandara yang menempuh jarak
27 km dalam waktu 30 menit. Jalur ini dibuka pada 25 Juli 2013.
Deli
Spoorweg
Mulanya, KA
di Sumut dijalankan perusahaan swasta Belanda, Deli Spoorweg Maatschappij (DSM), pada 1886. Rintisan pertama dari Medan
ke Pelabuhan Belawan untuk membawa hasil bumi terutama tembakau yang paling
terkenal di Deli Serdang.
Sta Labuhan dipilih sebagai lokasi awal
pengembangan jalur KA oleh DSM. "Pertama kalinya, jalur Medan-Belawan
sangat ramai. Jalaur KA-nya tidak hanya satu seperti sekarang," kata Ketua Komunitas Pecinta KA Divre 1 Railfans
Gregorius Widya.
Kemunduran
Jalur KA dari
Sta Medan ke Pelabuhan Belawan kini justru menunjukkan kemunduran. Itu ditandai
dengan adanya perselisihan atas lahan seluas 7,3 hektar di Kel. Gang Buntu,
Kec. Medan Timur.
Proses hukum
masih berlangsung di tingkat Mahkamah Agung (MA). Menurut VP Divre 1 Medan
Saridal, dari situs internet MA diketahui peninjauan kembali oleh PT KAI
dikabulkan pada 21 April 2015.
Kuasa Hukum PT ACK Hakim Tua Harahap, Rabu (6/5), mengatakan, pihaknya
sampai sekarang belum menerima secara resmi amar putusan MA tsb. Berbagai
pernyataan termasuk dari PT KAI tsb belum bisa ditanggapi. Mal Center Point berupa fasilitas hotel megah, ratusan ruko,
perkantoran, dan RS.
Perkebunan
Deli
Kemenangan PT
KAI dalam menjaga asetnya di Medan sangat berarti bagi perkeretaapian
Indonesia, terlebih jalur KA di wilayah itu memiliki perjalanan panjang dan
penting sejak zaman kolonial. Berdasarkan sejarah, pembangunan jalur di kawasan
itu dipacu kebutuhan untuk mengekspor hasil-hasil perkebunan di Deli.
Perkembangan
jaringan KA di Sumut berlangsung cepat. Memasuki tahun 1904, jaringan rel
terhubung ke Lubuk Pakam dan Bnagun Purba yang dapat digunakan pada 1904. Pada
tahun 1916, dibangun jaringan KA dari Medan ke Siantar.
Daerah
Siantar saat itu terkenal dengan hasil perkebunan teh. Jaringan KA dari Sumut
ke Aceh juga direalisasikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda.
Mengawal
Aset Kereta Api. (Sosok Saridal, VP Divre 1 Medan)
Sejak masuk
PJKA tahun 1982, Saridal (52)
menapaki jenjang keahlian perkeretapian di bidang sintelis. Sejak 2012, ia
ditugasi mengawal perkara sengketa aset lahan milik PT KAI seluas 73.352 meter persegi di Medan, Sumut,
dan berhasil menang di titik akhir.
“Saya
ditugaskan ke Medan tahun 2012 untuk mengawasi pembangunan jalur KA Bandara Kualanamu. Sejak itulah,
saya mengetahui adanya perkara sengeketa aset PT KAI,” kata Saridal.
Pada 21 April
2015, ia menerima informasi melegakan. Permohonan PT KAI terhadap proses hukum
peninjauan kembali Mahkamah Agung (MA )
atas perkara sengketa aset tersebut akhirnya dikabulkan.
“Setelah
permohonan PT KAI untuk PK di MA dikabulkan, sekarang saya menunggu keputusan
Dirut dan Komisaris PT KAI,”katanya. Ia pun mengungkapkan, jika diperintahkan
untuk meratakan bangunan di lahan sengketa, ia siap melaksanakannya.
Untuk
mengawal aset PT KAI, Saridal mendapatkan dukungan dari pegawai PT KAI beserta
masyarakat. Bahkan, tahun 2012, mereka pernah berdemonstrasi untuk mendukung
pengambilalihan kembali aset yang berada di Kel. Gang Buntu, Kec. Medan Timur.
Perjalanan
Sintelis
Saridal lahir
di Purworejo, Jateng, anak pertama dari empat bersaudara. Orangtuanya petani
dan tinggal tidak jauh dari Sta Kutoarjo di Purworejo. “Saya diterima sebagai
calon pegawai di Unit Sintelis PJKA dan ditempatkan di Palembang, Sumsel,”
katanya.
Tahun 1990,
ia melanjutkan pendidikan sintelis, terutama bidang telekomunikasi
perkeretaapian di Sydney, Australia, selama 2 bulan. Sepulang dari negeri itu,
ia ditugasi memasang Pusat Kendali Operasi Telekomunikasi secara serentak di
Jawa.
Tiket
elektronik
Tahun 1991, Saridal mengikuti program
pendidikan Bank Dunia. Hasil program
tsb dipakai untuk pengembangan pertiketan KA yang menjadi cikal bakal tiket
elektronik saat ini. Sebelumnya, PT KAI menggunakan tiket karton atau yang
dikenal sebagai tiket Edmondson.
“Baru tahun 2011 sistem tiket Edmondson digantikan
seperti sistem pertiketan yang sekarang,” katanya. Selama menjalani pendidikan
tahun 1991, ia pernah studi banding ke Belgia untuk penerapan pertiketan
elektronik. Pada Maret 2013, Saridal ditunjuk menjadi Deputi Divre 1 SU dan NAD. Hingga setahun kemudian menjabat sebagai
VP Divre 1 Medan hingga sekarang.
Sumber :
Kompas, 07.05.15.
[English Free
Translation]
"Kompas"
daily newspaper display the article on the development of the railway industry
in North Sumatera and also the figure of a Saridal. For the details, please read
more above. Happy reading.
No comments:
Post a Comment