Jakarta, CNN Indonesia -- Lembah Anai, Sumatra Barat
sempat jadi saksi bisu ketangguhan 'Mak Itam'. Lokomotif bernomor seri E1060
ini adalah legenda Sumatra Barat.
Masyarakat Minangkabau memberikan julukan 'Mak
Itam' yang berarti paman hitam. Nama ini diberikan berkat badan lokomotif yang
berwarna hitam pekat, senada dengan asap pekat yang ia semburkan.
Mak Itam bertugas mengangkut batubara dari tambang Ombilin,
kota Sawahlunto ke Pelabuhan Teluk Bayur, Padang. Lokomotif baru dipakai setelah
kemerdekaan Indonesia. Kalau itu batu bara mengalami puncak kejayaan pada
1970-an yang ditandai dengan produksi yang mencapai sejuta ton per tahun.
Mengutip dari laman resmi Kemendikbud, Mak Itam harus
melalui jalur yang agak terjal sembari membelah Lembah Anai. Topografi jalur
rel kereta lebih berupa perbukitan, hutan lebat, menyusup di sela lembah dan
melewati sungai deras. Konsekuensinya, rel harus dilengkapi gigi selain rel
tidak bergerigi.
Jalur kereta bergerigi terbentang dari Stasiun
Batu Tabal di Tanah Datar ke Stasiun Padang Panjang lalu ke Stasiun Padang
Pariaman.
Sedangkan jalur rel tidak bergerigi terdapat pada jalur
Pelabuhan Teluk Bayur-Padang-Kayu Tanam sepanjang 60 kilometer, Batu
Tabal-Solok 34 kilometer dan Solok-Sawahlunto 27 kilometer.
Perjalanan yang ditempuh cukup panjang, sekitar 77,6
kilometer. Suguhan pemandangan sepanjang jalur tidak usah ditanya lagi
keindahannya.
Namun rasanya jika Anda bersama Mak Itam kala itu,
perjalanan serasa menuntut nyali lebih.
Lokomotif E10 60, salah satu kereta uap legendaris asal Ranah Minang. Saat ini satu unit masih tersisa dijuluki Penampakan Mak Itam. (ANTARA FOTO/Koleksi KPKD2SB)
Dengan kecepatan sekitar 30 kilometer per jam,
kereta api menembus terowongan sepanjang 828 meter atau yang disebut sebagai
Lubang Kalam ke arah Stasiun Muara Kalaban.
Kemudian yang tidak kalah mendebarkan adalah melintasi
jembatan penghubung antara derek dan pesisir.
Jembatan menghubungkan antar bukit di Lembah Anai,
melintasi sungai atau Batang Anai. Jembatan baja ini dibangun sepanjang 85
meter dengan tinggi 14,75 meter.
Tanpanya, kereta tidak akan sampai di Padang. Bahkan
jembatan masih sanggup berdiri kokoh meski dihajar gempa pada 1962.
Di Lembah Anai, persoalan kerap terjadi pada
rel yang melintasi Sungai Singgalang. Beberapa kali rel harus disapu banjir
akibat hujan lebat. Salah satunya yang terjadi pada 23 Desember 1892, banjir
menyapu rel sepanjang 1.500 meter.
Setelah purna tugas, Mak Itam jadi penghuni Ambarawa
sejak 1988. Namun seperti dilansir dari Antara, ikon perkeretaapian Sumatra
Barat ini 'mudik' pada Desember 2007. Sejak saat itu, Mak Itam aktif
jadi kereta wisata yang melayani rute Sawahlunto-Muaro Kalaban sejauh 8
kilometer.
Lokomotif ini pun pernah turut serta dalam ajang sepeda
tahunan, Tour de Singkarak pada 2012. Mak Itam membawa peserta balap sepeda
dari 23 negara untuk melakukan perjalanan wisata sebelum terjun berkompetisi.
Kini Mak Itam harus 'istirahat' akibat masalah kebocoran
pada pipa pemanas air di ruang pembakaran. Meski sementara lumpuh, tetap ada
harapan bahwa sang legenda kembali menggilas rel dan membuktikan kekuatannya.
Sumber : CNN Indonesia, 16.01.21.
[English Free Translation]
Lembah Anai, West Sumatera was a silent witness to the toughness of 'Mak Itam'. This locomotive with serial number E1060 is a legend of West Sumatera. The Minangkabau people give the nickname 'Mak Itam' which means black uncle. This name is given because of the locomotive's body which is jet black, in line with the thick smoke it emits.
No comments:
Post a Comment