Wawancara khusus dengan Dirut
PT KAI, Ignasius Jonan.
Di tengah kompleksitas masalah
transportasi di Tanah Air, PT KAI terus membuat terobosan perbaikan pelayanan.
Direksi BUMN tersebut mengubah wajah perusahaan yang semula lesu menjadi segar
dan menarik. KAI kini menjadi perusahaan yang berorientasi pelayanan konsumen.
Langkah-langkah penting itu diceritakan Dirut PT KAI, Ignasius
Jonan pada 26 Desember lalu dalam suasana yang santai dan egaliter. Berikut
petikan wawancara Kompas dengan Ignasius Jonan tentang berbagai upaya PT KAI
demi memanjakan penumpang.
Tiga
tahun terakhir wajah PT KAI berubah, terjadi peningkatan layanan yang
signifikan bagaimana meraih pencapaian itu?
Hal yang kami lakukan adalah meningkatkan kualitas SDM terutama
dalam hal pelayanan, kompetensi khusus pengoperasian dan pemeliharaan sarana
perkeretaapian, pemasaran, keamanan, dan teknologi informasi. Peningkatan SDM
ini mendorong meningkatnya integritas, produktivitas, dan antusiasme pegawai.
Upaya-upaya tersebut diharapkan mendorong PT KAI menjadi perusahaan yang
memilikidaya saing tinggi.
Tantangan
apa yang Anda hadapi ketika mereformasi PT KAI?
Jujur saja, ini tidak mudah. Perlu kerja keras mencapai itu.
Tantangan datang dari internal ataupun luar perusahaan. Kami berangkat dari
kualitas layanan yang berantakan. Sebelumnya pembelian tiket kereta hanya di
tulis di secarik kertas. Petugas juga tidak peduli. Mereka hanya memikirkan
bagaimana cara mengangkut orang tanpa melihat apakah mereka bayar atau tidak.
Ini sangat fatal karena menghilangkan hak para konsumen. Mereka tidak
mendapatkan pelayanan yang baik sehingga kemudian enggan menggunakan moda
angkutan kereta api.
Sementara itu tantangan dari luar adalah masih adanya perilaku
buruk orang dengan merusak sarana kereta. Dari tahun ke tahun jumlahnya naik
turun ini membutuhkan kerjasama semua pihak. Untuk memperbaiki semua itu, perlu
organisasi yang bagus. Karena itu, perlu pemimpin yang kuat, memberi contoh
baik, memiliki kepedulian , dan bertanggung jawab pada tugas. Ada peningkatan remunerasi
pegawai, misalnya gaji masinis yang semula Rp 2 juta-Rp 3 Juta per bulan, kami
tingkatkan jadi Rp 8 juta-Rp 10 juta per bulan. Bentuk penghargaan semacam itu
memberikan banyak keuntungan karena mereka semangat dalam bekerja dan
meminimalkan bentuk pelanggaran.
Bagaimana
cara menghadapi resistensi dari dalam KAI sendiri?
Tidak bisa dipungkiri, banyak pihak yang sudah lama menikmati
keuntungan dari buruknya manajemen kereta. Resistensi ini hanya datang dari 10
persen seluruh karyawan KAI. Kami terapkan pola reward and punishment secara
konsisten. Siapa yang berhasil mendapat penghargaan, siapa yang melanggar
mendapat hukuman. Salah satu penghargaan tertinggi kami berikan kepada tiga
karyawan PT KAI yang meninggal dalam peristiwa kecelakaan 9 Desember di
Bintaro. Nama mereka kami abadikan sebagai nama tempat balai pendidikan di
Bekasi, Yogyakarta, dan Bandung. Keluarga mereka juga kami rekrut sebagai
karyawan untuk menopang penghidupan berikutnya. Kami menaruh apresiasi
setinggi-tingginya atas tanggung jawab mereka dalam bekerja (lalu Jonan
menunjukkan video peristiwa naas tersebut, matanya terlihat basah mengenang
peristiwa itu).
Lalu,
apa hasil yang bisa dilihat secara konkret oleh masyarakat pengguna kereta?
Anda bisa lihat sendiri, 63
stasiun di Jabodetabek bersih, pelayanan penumpang meningkat, dan ada
kemudahan layanan pembelian tiket perjalanan kereta. Pengguna bisa membeli
tiket 90 hari sebelum keberangkatan di minimarket, agen perjalanan, ataupun
secara online. PT KAI berusaha memanjakan dan menjamin semua penumpang jarak
jauh dan sedang mendapatkan tempat duduk sesuai dengan kelasnya. Hal ini bagian
dari upaya meningkatkan pelayanan kepada penumpang dan menjadikan kereta api
sebagai angkutan yang manusiawi.
Pada angkutan KRL tak ada lagi penumpang yang berada di atas atap
kereta, ini yang penting, sebab bertahun-tahun sulit ditertibkan. Dulu
sepertinya persoalan ini sangat sulit diselesaikan, kenyataannya sekarang bisa.
Kini, kereta menjadi tumpuan angkutan orang dengan latar belakang yang beragam,
mulai dari pegawai rendahan hingga direksi perusahaan yang bergaji lebih dari
dari Rp 50 juta per bulan.
Ini kebanggaan sekaligus tantangan yang tidak mudah. Sebab,
standar kepuasan layanan mereka beragam . Tonggak peningkatan layanan terjadi
pada tahun 2013. Direksi menerapkan KRL Jabodetabek dalam 1 manajemen. Semua
KRL menggunakan AC. Tidak ada lagi kereta ekonomi & pada saat itu mulai
berlaku tiket elektronik. Tidak hanya itu, kami juga meresmikan KA Bandara Kuala Namu di Deli Serdang,
Sumut. Kami juga mulai memaksimalkan operasional angkutan batu bara di Divre 3 Palembang.
Dampaknya, terjadi peningkatan signifikan angkutan batu bara dari 25.000 ton/hari tahun 2008 menjadi 45.000 ton/hari di tahun 2013. Hal
yang sama terjadi pada pertumbuhan angkutan kontainer di Pulau Jawa per minggu.
Dari 1.000 Teus/minggu tahun 2008 menjadi
3.500 Teus/minggu di tahun 2013. Di
tahun yang sama, KAI juga meresmikan operasional KA Pangrango Bogor-Sukabumi.
Apa
dampaknya bagi KAI?
Ada peningkatan jumlah penumpang KRL di Jabodetabek menjadi 600.000 orang/hari. Angka ini jauh
lebih banyak bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang 400.000 orang/hari.
Angka ini akan terus meningkat seiring dengan penambahan jadwal perjalanan.
Target kami ke depan, KRL dapat mengangkut 750.000
orang/hari & tahun 2020 menjadi 1,5
juta orang/hari. Peningkatan ini tentu berimbas pada peningkatan pendapatan
perusahaan. Pada tahun 2009 pendapatan
PT KAI sebesar Rp 397,241 miliar,
tahun 2010 Rp 445,305 miliar, tahun 2011 Rp 491,01 miliar, dan tahun 2012 sebesar Rp 663,662 miliar.
Setelah
mencapai itu semua, apa lagi yang Anda inginkan?
Kami ingin
meyakinkan pemerintah bahwa moda angkutan kereta itu penting. Sebab daya
angkutnya yang besar & jaringannya sudah ada. Payung hukum undang-undang
juga sudah mengaturnya. Sampai sekarang masih sulit meyakinkan hal itu kepada
pemerintah. Untuk itu mengembangkan angkutan kereta perlu dukungan penuh dari
pemerintah, mulai dari penghapusan pelintasan sebidang hingga memperbaiki
kualitas rel. Sementara ini biaya operasional PT KAI cukup besar.
Tahun 2013, perbaikan rel PT KAI menghabiskan biaya Rp 1,7 triliun. Bila menambah banyak
akses keamanan, diperkirakan tahun depan akan menghabiskan biaya hingga Rp 2,5 triliun. Bila separuh biaya saja
ditanggung pemerintah, saya yakin biaya perbaikan lebih ringan & sebagian
uang bisa digunakan untuk merevitalisasi kereta menjadi lebih baik lagi.
Sumber : Kompas, 06.01.14 / Kredit Foto : Warta Ekonomi.
[English Free Translation]
In the midst of the complexity of the transportation problems in
the country, PT KAI continues to make inroads service improvements. The
directors of state enterprises changed the face of the company that originally
lethargic to be fresh and exciting. KAI is now a customer service oriented
company. Read the interview footage clearly above.
No comments:
Post a Comment