BISNIS.COM, JAKARTA--Konsorsium perusahaan Korea Selatan
menyiapkan US$90 juta untuk membangun pabrik peningkatan kualitas batu bara
kelas rendah (low rank coal), dengan menggunakan teknologi pencampuran residu
minyak sawit.
Jooho Whang, President Korea
Institute of Energy Research (KIER), mengatakan akan mewakili konsorsium
perusahaan asal Korea Selatan untuk mengembangkan teknologi coal upgraded by
palm oil (CUPO) di Indonesia. Teknologi tersebut akan diimplementasikan bersama
PT Sucofindo (Persero) dengan membangun pabrik di Sumatra Selatan.
“Kami melihat Indonesia sebagai
negara yang menjanjikan karena memproduksi batu bara cukup banyak dan sekitar
40% diantaranya adalah low rank coal. Selain itu, Indonesia menjadi negara yang
mengekspor batu bara terbesar di Korea Selatan,” ujarnya, Selasa (25/6).
Jooho mengungkapkan Indonesia
merupakan negara pertama yang akan menerapkan teknologi CUPO, karena sebelumnya
teknologi yang menggunakan aspal gagal di lakukan. Nantinya, CUPO yang diproduksi
di dalam negeri akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik di
Korea Selatan.
Konsumsi batu bara di Korea
Selatan sendiri mencapai 100 juta ton per tahun dan 40 juta ton diantaranya
impor dari Indonesia, dengan komposisi 20% di antaranya adalah batu bara
kualitas rendah. KIER selama ini menyuplai kebutuhan batu bara untuk 19 power
plant yang masing-masing membutuhkan 4 juta metric ton batu bara per tahun.
Direktur Komersial III PT
Sucofindo (Persero) Sufrin Hannan mengatakan pembangunan pabrik peningkatan
kualitas batu bara itu akan dilakukan pada awal 2014. Dengan perkiraan waktu
pembangunan selama 10 bulan, ditargetkan pada Oktober 2014 pabrik tersebut
mulai berproduksi.
“Pabrik itu akan dibangun dengan
mekanisme JOB [joint operation body], dengan investasi dari pihak Korea
Selatan. Jadi mereka yang membawa teknologinya, kami yang akan memfasilitasi
agar teknologi itu dapat diimplementasikan di dalam negeri,” jelasnya.
Menurutnya, pabrik peningkatan
kualitas batu bara memiliki kapasitas 6 juta ton per tahun. Pemilihan Sumatra
Selatan sebagai lokasi pembangunan pabrik tersebut didasarkan ketersediaan batu
bara dan minyak sawit yang melimpah di daerah tersebut.
Kerja sama dengan JOB itu, lanjut
Sufrin, juga memungkinkan untuk mengakuisisi wilayah kerja pertambangan batu
bara kualitas rendah untuk mendapatkan kepastian pasokan.
Bahkan, KIER juga bersedia
membangun mini power plant sendiri untuk memenuhi kebutuhan listrik pabrik yang
akan dibangun itu.
“Sebanyak 6 juta ton itu paling
tidak dapat menghasilkan 2.000 megawatt. Mungkin tidak harus diekspor semua ke
Korea Selatan, karena Indonesia sedang membangun banyak pembangkit listrik
tenaga uap, makanya tentu kami memerlukan banyak batu bara,” tuturnya.
Teknologi yang dikembangkan KIER
itu nantinya akan mampu mencampur dengan baik residu minyak sawit ke dalam batu
bara.
Dengan begitu, kandungan air di
dalam batu bara akan berkurang secara maksimal dan residu minyak sawit yang
tertinggal di dalamnya akan meningkatkan nilai kalori batu bara.
Peningkatan kualitas batu bara
ini dianggap sebagai salah satu alternatif solusi bagi perusahaan batu bara
dalam menghadapi kondisi menurunnya permintaan batu bara kualitas rendah.
Apalagi, Pemerintah China juga
telah mengisyaratkan penghentian impor batu bara karena alasan lingkungan.
Selain itu, pemerintah juga sejak
lama mewacanakan pelarangan ekspor batu bara kualitas rendah untuk menjaga
cadangan batu bara nasional.
Sumber : Bisnis Indonesia, 25.06.13.
[English Free Translation]
Consortium of South Korean companies set up USD 90 million to
build a plant to improve the quality of low grade coal (low rank coal), using
palm oil residue mixing technology.
No comments:
Post a Comment