Artikel
pada Kolom Karier Experd oleh Eileen Rachman & Emilia Jacob
JaKaRTa:
Hiruk pikuk lebaran sudah berlalu macet di ibukota sudah kembali membuat
stres, Dirut PT KAI yang minggu lalu tertangkap kamera sedang tidur di KA
Ekonomi tentunya saat ini bisa bernapas lega dan kembali tidur di rumahnya yang
nyaman.
Wajah
perkeretapian kita saat ini memang sangat jauh berbeda dengan masa ketika
saya masih kecil dulu, di mana liputan-liputan media
mengenai arus mudik Lebaran selalu menampilkan perjuangan
dramatis para penumpang yang sibuk berdesakan untuk dapat naik ke
dalam kereta.
Semenjak
2012, pemandanqan wajib itu seperti seolah-olah lenyap tak berbekas. Para
penumpang antre dengan tertib memasuki kereta dan tidak ada yang berdiri karena
adanya sistem ticketing yang ketat dan terkontrol sesuai dengan jumlah kursi
yang ada.
Pada
2008, PT KAI merugi 85 milliar dengan biaya tenaga kerja Rp 900 milliar. Tahun
2009 mereka berhasil meraih keuntungan Rp 154 milliar dengan biaya tenaga kerja
Rp 1.600 milliar. Beragam transformasi digulirkan oleh Jonan untuk meraih
hal ini. Dengan mencanangkan landasan utama untuk orientasi pelayanan
kepada pelanggan dari sebelumnya orientasi produk, pembenahan besar-besaran
mulai dilakukan. Seluruh potensi dan sumber daya diarahkan agar menjadi
customer friendly.
Dengan
segudang permasalahan yang diwariskan PT KAI, sekadar memperbaiki manajemen
yang ada akan membawa organisasi kepada kegagalan karena yang terjadi saat itu
adalah suatu disfungsionalitas, bukan sekadar keadaan malfungsi. Malfungsi
artinya melakukan pekerjaan yang benar dengan cara yang salah.
It's
the way you do things.
Transformasi
yang sangat mendasar ini bagaikan revolusi Copernican dalam dunia astronomi dan
yang sebelumya percaya bahwa matahari bergerak mengelilingi Bumi menjadi
kepercayan baru bahwa Bumilah yang bergerak mengelilingi Matahari.
Menghadapi
persaingan yang semakin ketat di abad ke-21 ini, transformasi yang radikal
menjadi sangat penting karena akan menjadi landasan dari berbagai keputusan
penting yang dibuat untuk membawa organisasi menuju ke arah yang baru. Kita
tidak hanya ingin manejemen yang lebih baik, melainkan perlu adanya manajemen
baru yang berbeda yang akan mengubah konsep dan cara berpikir dari yang
sebelumnya sederhana, teknis, dan linear menjadi cara melihat permasalahan
dengan lebih kompleks.
Desain
ulang, bukan pembenahan
Semua
dari kita sebenarnya tahu bahwa banyak hal tidak berjalan baik dalam suatu
organisasi. Manajer, direktur, atau pemimpin bukannya tidak bekerja. Namun,
kebanyakan dari kita berkutat dengan segala sesuatu yang sudah berjalan dan
memang kita anggap sebagai kegiatan penting, demi pencapaian target.
Apakah
situasi ini yang dinamakan comfort
zone? Bukan. Semua orang tahu bahwa perubahan harus terjadi, tetapi tidak ada
yang berani nekad, membuat perubahan total, Kita tahu laba menipis, kita sadar
bahwa bisnis tidak sustain lagi. Kita mempunyai kecenderungan untuk berniat
berubah tetapi jangan banyak-banyak. Padahal, perkembangan teknologi,
demografi, dan populasi, menuntut lain.
Tengok
perubahan media cetak ke digital. Pada 2012, Huffington Post sudah berani
mengumumkan bahwa medianya akan online saja. Redesain proses bisnis ini sangat
berani dibandingkan perusahaan media lain yang memang melakukan perubahan
bertahap, apa pun alasannya.
Mencopot
pejabat, pemain, dengan konsep sistem yang tetap berjalan akan lagi-lagi hanya
membenahi, bukan mendesain ulang. Revolusi mental yang didengungkan akhir-akhir
ini memang sangat kita perlukan. Namun, ini tidak cukup bila desain perubahan
tidak mantap.
Redesain
PT KAI mantap. Dari pembelian karcis manual sampai hanya online. Berapa persen
orang memercayai kemungkinan hal ini bisa terjadi. Pembersihan stasiun, yang
sebenarnya tidak ada urusannya dengan gerbong penumpang, ternyata melancarkan,
memudahkan, dan kenyamanan penumpang.
Perlu
ada sasaran yang beda, cara yang beda, koordinasi, nilai dan cara komunikasi
yang berbeda. Bisakah kita memaksakan cara pikir, bersikap, dan berbicara kita?
Creative
economy yang didengung-dengungkan perlu didesain secermat-cermatnya bila ingin
sukses. Kita semua tahu bahwa ini tidak semudah membalik tangan.
"Berat,
Tantangan Presiden Baru", ungkap headline Kompas, 13 Agustus 2014. Namun,
kita memang harus menjalankan perubahan. Kita semua memang harus berpikir
terbalik atau paling tidak memandang dari sudut pandang yang berbeda.
Pengangkatan
Tyas, perempuan 28 tahun, menjadi Direktur Utama PT Taman Wisata Candi
Borobudur adalah salah satu contoh melawan hal-hal dan persepsi yang lazim,
seperti senioritas, chauvinisme pria, dan pandangan yang mengunggulkan
pengalaman.
Era
kapitalisasi pelanggan
Dalam
abad ke-21, pelanggan adalah pemilik kontrol yang sesungguhnya. Kekuatan sudah
bergeser dari yang dulu dipegang oleh penjual, sekarang berpindah, menjadi
berada di tangan para pembeli. Untuk dapat menguasai pasar, organisasi perlu
terus-rnenerus menyediakan beragam nilai tambah baru dan menyajikannya kepada
para pelanggan.
Dalam
dunia yang baru ini, model manajemen abad ke-20 yang melibatkan kontrol ketat
kepada para pekerja dan mengukur setiap hasil yang diproduksi, tidak lagi tepat
dan produktif. Gaya kepemimpinan yang memberikan penekanan pada prosedur semata
jelas-jelas sudah sangat ketinggalan untuk dapat menjawab beragam tantangan
organisasi dan kompetisi masa kini.
Para
atasan harus membantu setiap orang di dalam organisasi berfokus pada tujuan
memukau pelanggan, ketimbang sekadar memperbaiki rantai proses dan efisiensi.
Oleh karena itu, peran atasan maupun pemimpin pun bergeser dari controller
menjadi enabler untuk mengeluarkan energi dan talenta dari segenap insan agar
mampu mengatasi beragam hambatan yang muncul.
Para
atasan perlu menciptakan fokus yang lebih jelas pada substansi permasalahan
organisasi sehingga anak buah dapat bergerak dengan lebih terarah untuk
mencapai tujuan. Dinamika kelincahan berinovasi harus menjadi kultur baru.
Pencarian solusi perlu dilakukan semua orang dan bersemangat menemukan jalan
keluar yang out of the box.
Pekerjaan
dikemas dalam siklus-siklus yang lebih pendek di mana tujuan diarahkan pada
yang diketahui dapat memukau pelanggan. Kemajuan pun perlu terus-menerus diukur
melalui masukan pelanggan atau orang luar secara langsung yang mana para
pemangku pekerjaan memegang tanggung jawab penuh terhadap hasil dari pekerjaan
ini.
Ketimbang
menspesifikkan seluruh aktivitas proses secara detail, lebih baik
menspesifikkan hasil yang diinginkan dari proses tersebut untuk kemudian
memberikan kebebasan pada individu untuk bereksperimen dan berinovasi.
Bila
ini semua terjadi, kita benar-benar sudah melakukan transformasi.
Sumber
: Kompas, 16.08.14.
[English
Free Translation]
The bustle of Eid is over,
jammed in the capital city already returned stressful, President Director of PT
KAI which is caught on camera a few week and sleeping at the economics train, can
be relieved and went back to sleep in his comfortable home. A review article on
the transformation issue in the SOEs / state-owned companies.