Bisnis.com,
JAKARTA—PT Kereta Api Indonesia mendesak
pemerintah merevisi PP No. 56/2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian yang dinilai kurang fleksibel dalam
mendukung investasi bidang kereta api nasional.
EVP Development Directorate of Infrastructure
and Development Kereta Api Indonesia (KAI) Septa Trijono Ramadin
mengatakan beberapa klausul yang peraturan tersebut dinilai terlalu kaku
sehingga investor asing pun kurang berminat.
“Kami minta direvisi PP ini
karena kurang fleksibel. Belum nanti ada monorel, MRT, dan lain-lain. Ini salah
satu kendala investor kurang tertarik. Kalau mengacu pada peraturan yang ada
saat ini akan sangat sulit dilaksanakan,” katanya ditemui Bisnis,
Sabtu (17/11/2013).
Dia mengatakan beberapa klausul
dalam PP itu nyatanya kurang fleksibel, padahal dalam Peraturan Kepala Bappenas
lebih longgar kerja sama pembangunan infrastruktur termasuk sarana dan
prasarana kereta api.
Peraturan yang dimaksud yakni Peraturan
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas No. 3/2012
tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam
Penyediaan Infrastruktur.
Dalam Pasal 308 PP tersebut,
disebutkan perjanjian penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum dilakukan
untuk jangka waktu sesuai dengan kesepakatan antara menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dan badan usaha.
Adapun jangka waktu dihitung
berdasarkan dana investasi dan keuntungan yang wajar. Pasal 312 menyatakan izin
usaha penyelenggaraan prasarana kereta api paling lama 30 tahun dan dapat
diperpanjang setiap kali paling lama 20 tahun.
“Dalam PP itu kan infrastruktur harus diserahkan ke
pemerintah, lalu konsesi diatur sesuai kesepakatan, dari kementerian terpaku
pada izin operasi 20 tahun, sementara investasi itu kan jangka panjang. Kalau di
Bappenas itu skema kerja sama banyak pilihan,” katanya.
Sumber : Bisnis Indonesia, 17.11.13.
[English Free Translation]
PT Kereta Api Indonesia urged the
government to revise the PP. 56/2009 on the Implementation of the Railways
which considered less flexible in supporting investment in the national railway
sector.
No comments:
Post a Comment