JAKARTA:
Sejak memimpin PT Kereta Api Indonesia (KAI) beberapa tahun lalu, Pak Jonan
seperti tak henti-henti mengeluarkan berbagai jurus untuk membenahi perusahaan
pelat merah ini. Ia antara lain membuka trayek-trayek baru berjarak tempuh
pendek yang bisa menjadi pilihan bagi masyarakat yang tidak ingin menghabiskan
waktu bersama kemacetan lalu-lintas.
Yang
mutakhir dan menarik ialah langkahnya untuk menghidupkan kembali jalur-jalur
kereta yang selama ini tidur panjang. Salah satu jalur yang dihidupkan kembali
ialah Bogor-Sukabumi. Di tengah keluhan banyak pihak ihwal betapa macetnya lalu
lintas kendaraan bermotor di jalur penghubung kedua kota di Jawa Barat itu,
ikhtiar KAI ini patut disambut. Ini jalan keluar yang konkret dan menjadi
alternatif yang menarik.
Waktu
tempuh antara kedua kota niscaya menjadi lebih pendek, lantaran
hambatan-hambatan berkurang, kendatipun kereta yang dioperasikan mungkin bukan
dari jenis kereta cepat. Lagi pula, yang diharapkan publik sebenarnya
keselamatan, kebersihan, serta ketepatan waktu berangkat dan tiba yang
didahulukan ketimbang kecepatan. Bila kereta bisa berangkat dan tiba tepat
seperti yang dijanjikan, konsumen niscaya senang.
Kapasitas
angkut yang relatif besar juga merupakan jurus penghematan yang berarti.
Dibandingkan mobil pribadi maupun bis, kereta sanggup membawa penumpang jauh
lebih banyak. Penggunaan sumber daya, termasuk bahan bakar, rasanya juga lebih
hemat.
Yang
khas, dalam hemat saya, naik kereta untuk menempuh perjalanan antar kota di
wilayah Parahyangan bisa menjadi pengalaman wisata yang mengasyikkan. Menyusuri
gunung dan lembah, dengan trek yang berkelok-kelok rasanya lebih nikmat memakai
kereta ketimbang mobil atau bis. Apa lagi jika nanti, perjalanan kereta bisa
diteruskan bukan hanya sampai Sukabumi, tapi hingga Cianjur dan Bandung.
Aktivitas ekonomi boleh jadi juga meningkat lantaran kemudahan dalam bepergian.
Bagi
pecinta studi sejarah, menyusuri jalur yang mungkin puluhan tahun silam pernah
digunakan jelas memberi kesan tersendiri. Stasiun-stasiun kecil, bahkan mungkin
pos-pos pengawasan yang agak terpencil, sanggup menawarkan historical memories bahkan mungkin hingga ke masa
kolonial.
Soal
tarif? Nah, di sinilah masyarakat pengguna kereta dapat ikut berkontribusi agar
layanan kereta kita bertambah baik. Bila tarif ini masih wajar dan secara
bisnis tidak membebani pengelolanya, mengapa kita keberatan? Bila industri dan
jasa kereta api kita maju, kita juga yang menikmatinya. Iya kan? ***
Oleh :
Dian, dimuat di Blog TEMPO Interaktif, 20.11.13.
[English
Free Translation]
Since
lead PT Kereta Api Indonesia (KAI) a few years ago, Mr. Jonan like endlessly
issuing various moves to reorganize state-owned company. He, among others, to
open a new route-stretch within a short journey that could be an option for
people who do not want to spend the time with traffic jams.
No comments:
Post a Comment