JAKARTA: Aset berupa tanah yang dimiliki PT KAI mencapai 270
juta m2 atau sekitar 270 ribu hektar dan tersebar di
Jawa dan Sumatera. Dari jumlah tersebut, yang telah disertifikasi tercatat 90
juta m2, sedangkan sisanya dalam proses sertifikasi. Nilainya belum
bisa diestimasi karena NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) di setiap daerah berbeda.
Namun sayangnya dari aset yang ada itu tidak seluruhnya
berada pada PT KAI karena diserobot pihak swasta baik perorangan maupun korporasi.
Karenanya PT KAI concern merebut kembali aset itu walaupun harus melalui jalur
hukum.
Saat ini, ada sekitar 180 juta m2 aset milik PT KAI yang
belum tersertifikasi. Ini menjadi kendala bagi PT KAI untuk mengembangkan
pelayanan publik. Sementara itu pencapaian sertifikasi yang terjadi selama ini
hanya berkisar 1,5 juta m2 sampai 2 juta m2. Dengan demikian untuk
menyelesaikan sertifikasi sebanyak 180 juta m2 diperlukan waktu 90 tahun.
Jaga
Aset Agar Tak Jadi Beban Ekonomi
Demi untuk penyelamatan aset, PT KAI telah mengeluarkan
anggaran yang tidak sedikit. Direktur Aset Tanah dan Bangunan PT KAI
menjelaskan, tanah berupa jalur kereta yang mati, kondisinya banyak yang
dikuasai oleh pihak ketiga, entah itu perorangan maupun korporasi. Bahkan ada
juga yang sengaja dibuatkan sertifikat oleh pihak-pihak tertentu.
Dan dalam perjalanannya, walaupun sebagian tanah telah
disertifikasi dan sedang dalam proses sertifikasi, bukan berarti penyerobotan
tanah tidak terjadi. Karenanya komitmen PT KAI adalah merebut kembali aset-aset
yang dikuasai pihak lain itu yang jumlahnya diperkirakan triliunan rupiah.
“Kami fokus merebut kembali aset-aset yang diserobot agar
kami tetap bisa melakukan pengembangan ke depan termasuk penambahan trayek. Apalagi kami berpegang pada peraturan
menteri agraria tahun 1965 kami lah yang sah memiliki hak pengelolaan tanah
yang ada. Apalagi saat ini aset negara kami akan habis-habisan untuk
penyelamatan aset biar balik ke negara,” katanya.
PT KAI menurutnya hingga kini terus berupaya menjaga aset
agar tak jadi beban ekonomi perusahaan. Upaya yang dilakukan di antaranya
adalah melakukan penjagaan, penandaan pada rumah yang berada di atas tanah PT
KAI, pemagaran, dan pendataan secara IT menggunakan GPS.
Alami
Kerugian Triliunan Rupiah
Banyaknya aset yang diserobot oleh pihak yang tak
berwenang sehingga disinyalir PT KAI merugi hingga triliunan rupiah. Dengan
mengusung tema “Mari Bung Rebut Kembali” PT KAI serius memperjuangkan miliknya
demi kesejahteraan bangsa dan negara dengan mengupayakan kembali aset-asetnya
yang selama ini diduduki atau diklaim oleh segelintir orang yang hanya
memperkaya pribadinya masing-masing.
“Contohnya akibat aset kami yang diserobot di Medan,
Sumut, kami mengalami kerugian hingga triliunan rupiah terhadap penyerobotan lahan
pada tanah seluas 34.776 m2 milik PT KAI. Ini baru satu contoh kasus, bagaimana
bila semua yang diserobot dikalkulasi, maka akan terlihat sangat besar kerugian
yang dialami PT KAI,” katanya.
Tempuh Jalur Kekeluargaan (Non Litigasi) Sebelum Jalur HukumKalau
dilihat, masyarakat saat ini lebih cerdas dalam menyikapi segala sesuatu yang
terjadi pada bangsa ini. Banyak masyarakat yang berpikiran, segala sesuatu yang
menjadi suatu permasalahan yang timbul, notabene harus berpihak kepada
pemerintah.
Karenanya dalam menangani permasalahan ini PT KAI selalu
menempuh jalur kekeluargaan sebelum jalur hukum ditempuh dalam memperjuangkan
haknya sebagai pemilik aset yang diserobot. Untuk itu, pendataan aset yang
dimiliki oleh PT KAI dilakukan untuk mengejar pelayanan yang lebih memuaskan
kepada masyarakat luas, khususnya para pengguna jasa KA.
Untuk aset-aset yang masuk dalam proses pengadilan,
memang pada awalnya dengan PT KAI sudah terjadi perselisihan sehingga hal ini
masuk ke dalam proses pengadilan.
Mulai dengan Pendataan AsetUntuk mengakumulasi seluruh
aset, KAI memulainya dengan pendataan aset yang dilakukan dengan para
jajarannya yang terbagi jadi 3 aset, yang masing-masing dikelompokkan dalam 3
kategori aset pada tiap-tiap data yang dibukukan.
KAI mengelompokkan masalah-masalah yang ada pada
aset-aset KAI yang tersebar menjadi 3 buku. Yang pertama aset tanah, kedua aset
rumah dinas, dan ketiga gedung di luar rumah dinas.
Dan aset tersebut berada di daerah-daerah yang dalam kategori prime atau bagus.
Prioritas PT KAI untuk menyelesaikan permasalahan
kepemilikan aset fokus pada area-area yang ekonomis dan nomor 1 untuk
penyelesaian awal. Ada 4 Daop dan 1 Divre yang dituju, yaitu Daop 1, Daop 2,
Daop 4, Daop 8, dan Divre 1.
PT KAI selalu berpegang pada ketentuan yang berlaku saat
menjalankan kebijakan untuk mengembalikan aset. Dalam menjalankan setiap
kebijakan perusahaan tidak terlepas dengan ketetapan GCG. Kami tidak bisa
seenaknya menjalankan action ataupun kebijakan.
Bisa dibayangkan tanah yang harganya trilyunan.
Persoalannya sekarang memang mereka selalu ranahnya ke perdata, karena yang
dibutuhkan oleh mereka hanya putusannya itu, tidak peduli bagaimana caranya.
Begitu diputuskan, maka sah aset tersebut menjadi milik mereka.
KAI diberikan kepercayaan oleh negara untuk mengelola
aset. Artinya dalam mengelola dan upaya mengembalikan aset KAI ini tidak ada
kepentingan pribadi Direksi & jajarannya. Oleh sebab itu KAI gencar, kenapa
KAI dianggap sangat serius.
Penggunaan lahan, pengambilalihan lahan & bangunan
milik KAI oleh sejumlah perusahaan swasta di Medan, Sumut. Kondisi itu sangat
rentan & kritis karena banyak diincar pihak swasta. Kini PT KAI tengah
menjalani sidang pada sengketa pada kasus perdata. PT KAI kalah di tingkat
pengadilan negeri hingga kasasi.
PT KAI masih menunggu putusan PK di MA soal perebutan
lahan 7,2 hektar. Namun jika KAI kalah dalam proses hukum yang telah memasuki
tahap peninjauan kembali (PK) di MA itu, dikhawatirkan akan menjadi tren
penyerobotan aset di masa mendatang.
Dimasuki Orang Tak BerkepentinganKemudian dari pihak yang
mengklaim bahwa itu hak mereka harus menunjukkan bukti kepemilikan. Karena KAI
sudah melakukan kerja sama dengan polisi dalam rangka mensosialisasi aset ini,
diminta untuk menghadirkan data yang asli berupa AJB & saat ini dalam
proses.
Dari pihak kepolisian agar ini digelar bahwa kepemilikan
sebenarnya itu milik siapa. Jadi sesuai dengan pencapaian tadi ini juga akan
menjadi master bagi KAI. Kalau ini bisa
kita ungkap akan menjadi imbas positif bagi kasus-kasus yang lain, bahwa KAI
tidak main-main untuk menarik kembali aset-aset miliknya, karena KAI memang
didukung berbagai bukti kepemilikan.
Dalam perkembangan terkait dengan pengambilalihan aset
KAI ada beberapa prioritas, diantaranya Manggarai, Jakarta, ini asetnya Daop 1.
Kemudian Malabar, Bandung, Jabar. "Kami juga akan mengembalikan tanah
kepunyaan rakyat yang bukan milik KAI. Kalau KAI hanya diberikan tugas untuk
operasional saja, tetapi harus dibangkitkan bahwa tanah ini tanah negara yang
diserobot oleh pihak-pihak swasta yang kepentingannya hanya untuk individu.
Kedua, final ceritanya tentang Cihampelas 91. Cihampelas
91 itu sudah kami kuasai & di-police line. Memang ujung akhirnya sudah
terpidana atau bagaimana saya belum tahu. Terus terakhir ini Cihampelas 149,
yang awalnya dikuasai oleh pihak swasta menggunakan pengacara &
pengacaranya sudah mengerti serta bersedia membantu KAI untuk mengambil
alih," jelasnya.
Jadi tahun-tahun ini ke depan demi menertibkan aset,
salah satunya ini secara bertahap dengan sasaran utama yang nilainya strategis
KA ambil dahulu.
"Memang yang kami ambil tokoh-tokohnya dahulu karena
kami anggap sebagai simbol atau tokoh yang menjadi panutan. Seperti Edi
Sasongko yang ada di Manggarai itu memang Ketua Perpenkanya di sana," ujar
EVP Non Railways Assets PT KAI.
Untuk Cihampelas 91 riwayatnya sama dengan 149. Belum
lama ini ada 3 orang yang datang ke kantor KAI di Bandung yang mengaku sebagai
utusan dari Oncom Raos yang pernah KAI tertibkan. Setelah dihubungi KAI
ternyata pihak Oncom Raos tidak mengakuinya. Oleh sebab itu pimpinan KAI
sungguh sangat bijak dengan menggunakan alat negara untuk mengamankan aset
negara. KAI turun ke lapangan bukan atas nama pribadi namun atas dasar
perusahaan. Dengan kasus ini sudah ada kesepakatan antara Direksi dengan
Kapolri.
Percepat SertifikasiTerkait dengan penambahan
persertifikatan, Dirut PT KAI sudah melakukan MoU dengan Kepala BPN. Jadi bila
saat ini aset yang telah tersertifikasi sekitar 1,5 juta meter persegi per
tahun, maka di tahun 2014 ini targetnya sekitar 20-25 juta meter persegi per
tahun.
Sebenarnya ekspektasi atau harapan KAI setelah ini semua
akan dilaksanakan eksekusi untuk obyek yang bersangkutan. Jadi pemahaman mereka
tentang milik negara yang harus dibenahi terlebih dahulu. Memang saat ini KAI
sedang dalam proses sertifikasi dari grondkaart.
Sebenarnya grondkaart sudah sah cuma perlu lebih
mensahkan lagi dengan cara sertifikasi secara kerja sama dengan BPN. Jadi
grondkaart itu memang ada yang berperkara karena cetakan yang cukup panjang
sehingga tim KAI dengan UI melakukan perjalanan ke Belanda untuk mencari bukti
tersebut. Dan ternyata ada bukti buku yang menjadi alasan bahwa ada bukti yang
menguatkan kepemilikan KAI yang berupa grondkaart tersebut.
Harapan
KAI, Hakim Bela Kepentingan Negara
Campur tangan Kemen BUMN menurut EVP Non Railways Assets
juga merupakan dukungan terhadap persidangan-persidangan dari proses-proses
pidana yang ada. Untuk kasus pidana ini penanganannya langsung dilakukan oleh
Kejaksaan Agung.
Untuk kasus perdata yang merupakan upaya hukum terakhir
dari KAI, materi PK sudah dikirim ke MA & sudah diproses, isunya sudah
diputuskan majelis hakim namun belum dipublikasikan. Harapannya adalah KAI
percaya sekali majelis hakim akan membela kepentingan negara. Jika diputus
kalah di PK berarti, menurutnya, itu semua bukan lagi milik KAI.
"Kenapa KAI sangat mempertahankan lahan khusus
tersebut, karena selain kepemilikannya merupakan milik KAI, ini milik
pemerintah & perlu diingat bahwa Bandara Kualanamu baru 1 track. Apabila
dalam perkembangannya dibangun double track pasti akan membutuhkan pengembangan
fasilitas stasiun & untuk ini pasti diperlukan lahan yang saat ini menjadi
sengketa tersebut.
Tolong diingat
saat inipun jika kereta masuk parkiran sudah tidak ada parkir. Pemkot sampai
menyediakan taman yang dipergunakan untuk tempat parkir kereta, padahal ada 72
Ha milik kereta api yang bisa digunakan. Saya tidak paham bagaimana cara
mengekspos hal-hal yang terjadi seperti ini," ungkapnya.
Untuk kasus yang di MA memang pihak KAI sepertinya tak
bisa membuktikan adanya penyalahgunaan wewenang, namun KAI bisa merasakan bahwa
KAI diganggu terus. Untuk mengatasi permasalahan ini KAI tak menggunakan jasa
tenaga alih daya, mungkin karena pandangan masyarakat bahwa menggunakan tenaga
alih daya akan berkesan negatif. Namun demikian KAI tetap menggunakan lawyer
demi untuk pengambil alihan asetnya.
Pada saat penertiban, KAI juga berkoordinasi dengan
polisi & petugas-petugas yang ada di wilayah. Karena sudah ada lawyer
sekali lagi ini bukan bicara kepemilikan tetapi ini penguasaan, aset KAI
dikuasai pihak lain. Kalau kepemilikan lawyer-nya pun sudah mengetahui kalau
itu milik KAI.
"Makanya kuasa hukum tadi itu kami gunakan untuk
mengosongkan dengan cara tertib, dimana sudah sekian tahun hampir tidak
tersentuh. Dan ini semua kasusnya seperti penguasaan. Jadi banyak yang
berasumsi bahwa jika sudah menduduki sekian tahun menjadi hak milik padahal
tidak.
Ada isu yang berkembang aset tersebut milik negara bukan
punya KAI. Padahal dengan isu-isu tersebut akan melemahkan posisi KAI. Ini
berbahaya buat kami, sehingga dengan adanya isu tersebut selalu dibawa,"
ujar SM Aset Non Railways Daop 1.
Sumber : Kliping Majalah Global Review, Edisi 15 Mei-15
Juni 2014.
[English Free Translation]
Land assets owned by PT KAI reach 270 million m2 or about
270 thousand hectares and spread across Java and Sumatra. Of these, which have
been certified registered 90 million m2, while the rest are in the
certification process. Further details, read above.
No comments:
Post a Comment