JAKARTA: Hasil penelitian
mengungkapkan sektor pertambangan pada tiga kabupaten terpisah yakni kabupaten
Bangka, Kabupaten Belu, dan Kabupaten
Kutai Kartanegara diduga melibatkan praktik korupsi terkait dengan
perizinan, penghindaran pajak dan
pengawalan produk ilegal.
Peneliti Pattiro Institute
Ambarsari Dwi Cahyani mengatakan mafia di sektor pertambangan di Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung, diduga cukup massif
dengan melibatkan para pejabat publik.
Hasil penelitian tersebut,
sambungnya, menemukan tidak adanya
transparansi dalam pemberian izin pada kedua
kabupaten yakni Kabupaten Bangka dan Kabupaten Kutai Kartanegara,
Provinsi Kalimantan Timur.
"Di Kutai Kartanegara,
izin biasa didapatkan dalam waktu 9 bulan, akan tetapi pemohon bisa mendapatkan perlakuan khusus
sehingga mendapatkannya dalam beberapa hari," ujar Ambarsari dalam Seminar
Tata Kelola Industri Ekstraktif di Tingkat Daerah: Tantangan dan Peluang, di
Jakarta, Selasa 22 Mei 2012.
Dia memaparkan beberapa
pemohon di Kabupaten Kutai Kartanegara bahkan diperbolehkan untuk mengajukan
pada area yang saling berdekatan dengan luas wilayah kurang dari 100 hektare.
Menurut Ambarsari, kedua kabupaten tersebut memiliki masalah terkait dengan
pertambangan ilegal, dugaan penyuapan serta terjadinya penghindaran persyaratan
analisis dampak lingkungan. Sementara untuk penghindaran pajak dilakukan
terkait dengan manipulasi data produksi.
Masalah lainnya, sambungnya,
adalah sulitnya melakukan pengawasan oleh Dinas Pertambangan dan Energi karena
minimnya anggaran dan staf. Contohnya, inspeksi keselamatan dan kesehatan kerja
dilakukan pada 65 pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari total keseluruhan
yakni 285 IUP di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Adapun untuk Kabupaten
Bangka, penelitian itu menemukan hampir separuh dari pertambangan timah di
daerah tersebut adalah ilegal. Hanya
terdapat 17 IUP yang berstatus Clean and Clear (CNC) dari 283 IUP yang telah
diterbitkan oleh pemerintah daerah.
"Di Bangka, praktik
pertambangan ilegal cukup merajalela dan menyebabkan kerusakan lingkungan meningkat cukup signifikan," ujar
Ambarsari. "Baik di Bangka dan Kutai, sering terjadi konflik antara
operasi pertambangan dan masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah
tambang."
Sementara untuk Kabupaten
Belu, Peneliti Pattiro lainnya Joko Purwanto mengatakan penambangan mineral
mangaan di kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur itu memiliki sejumlah
masalah baik yang legal maupun yang tidak. Untuk yang ilegal, sambungnya,
dugaan korupsi terdapat pada jasa pemberian pengamanan distribusi produk
tersebut.
"Ada jasa pengamanan
yang ditawarkan oleh aparat keamanan di sana, bahkan mereka saling berebut.
Siapa yang dahulu naik ke kapal, itulah yang mendapatkan uangnya," ujar
Joko dalam pemaparan penelitiannya. "Pertambangan menghadirkan dilema bagi
masyarakat miskin karena mereka mendapatkan uang langsung dari sana."(msb)
Sumber : Bisnis Indonesia,
22.05.12.
[English Free Translation]
The results reveal the
mining sector in three separate districts namely Bangka regency, Belu regency,
and Kutai Kartanegara district suspected of involving corrupt practices
associated with licensing, tax evasion and illegal products escort.
No comments:
Post a Comment