Bisnis.com, SEMARANG - Kereta api atau spoorwegen memiliki
sejarah yang cukup panjang di Jawa Tengah. Di Kota Semarang, yang selanjutnya menjadi ibu kota provinsi Jawa
Tengah, jalur kereta api pertama dibangun oleh Nederlands
- Indische Spoorweg Maatschappij pada
tahun 1867.
Perkembangan jalur kereta api
terus berkembang pesat seiring dengan munculnya pusat-pusat ekonomi baru di
Jawa Tengah. Pada akhir abad ke XIX, jalur rel kereta api telah membentang di
sepanjang pesisir pantai utara (pantura), menembus wilayah-wilayah pedalaman
yang bergunung-gunung, hingga vorstenlanden yang dikuasai para raja Jawa.
Wilayah pesisir memiliki posisi
cukup strategis karena menjadi pusat perekonomian dan pelabuhan-pelabuhan utama
di Jawa pada waktu itu. Sedangkan pedalaman Jawa menjadi pusat komoditas
perkebunan seperti gula, kopi, vanili, nila dan tembakau.
Konektivitas
yang dipicu oleh keberadaan jalur rel kereta api yang menghubungkan wilayah
pesisir, wilayah pedalaman dan kota-kota
pelabuhan, terutama Semarang, pedalaman, dengan vorstenlanden turut
memperlancar distribusi komoditas perkebunan ke pelabuhan Semarang.
Tak heran jika pada waktu itu pelabuhan Semarang menjadi salah satu pelabuhan utama di Hindia Belanda.
Sejarawan
Endah Sri Hartatik dalam Dua Abad Jalan Raya Pantura:
Sejak Kerajaan Mataram Islam Hingga Orde Baru, menulis bahwa konektivitas jalur kereta antara
pedalaman dan kota pelabuhan di sepanjang Pantura, mampu menekan biaya logistik
dan meningkatkan volume pengiriman komoditas perkebunan ke pelabuhan Semarang.
"Semarang [kemudian] menjadi
satu-satunya pelabuhan Jawa Tengah yang mengirimkan hasil perkebunan ke Eropa
dan menjadi terminal barang-barang dari wilayah pesisir Jawa Tengah bagian
barat, timur, dan daerah Vorstenlanden," tulis Endah sebagaimana dikutip
Bisnis, Senin (27/1/2020).
Namun seiring berjalannya waktu,
terutama pascakecamuk perang
kemerdekaan, kejayaan jalur kereta api di Jateng mulai memudar. Sebagian rel
kereta api mengalami kerusakan dan alih fungsi secara besar-besaran. Tak hanya
itu, perubahan kebijakan pemerintah turut memudarkan popularitas jalur kereta
api Jawa Tengah.
Endah dalam tulisannya itu
menjelaskan, kereta api semakin terdesak pada masa Orde Baru. Transformasi
besar-besaran terjadi dan mengubah tren moda transportasi darat saat itu.
Kereta api tak mampu bersaing dan posisinya perlahan tergeser oleh jalan raya.
Kendati demikian, jauh setelah
Orde Baru runtuh, harapan untuk memulihkan jalur rel kereta api di Jawa Tengah
mulai kembali muncul. Pemerintah tampaknya cukup serius untuk membuka kembali
simpul-simpul sejarah perkeretaapian yang sekian puluh tahun tertutup waktu.
Gubernur
Jawa Tengah Ganjar Pranowo sejak periode
pertama pemerintahannya telah berulangkali menyampaikan niatannya untuk proyek
ambisius tersebut.
Reaktivasi
rel kereta api jalur Stasiun Tawang dengan Pelabuhan Tanjung Emas menjadi salah
satu perhatian pemprov Jateng. Tak hanya itu, Pemprov Jateng juga berencana
mengaktifkan kembali jalur Semarang-Lasem yang panjangnya kurang lebih 100
kilometer.
Sementara itu dalam Peraturan Presiden No.79/2019 terkait
percepatan pembangunan di Jateng, ada
dua proyek reaktivasi rel kereta api yang menjadi target pemerintah paling
tidak hingga lima tahun ke depan.
Proyek
pertama adalah reaktivasi rel kereta api Semarang -
Rembang dan yang kedua yakni
Semarang - Magelang.
Reaktivasi rel kereta api
Semarang - Rembang diproyeksikan membutuhkan investasi senilai Rp8 triliun.
Sedangkan Semarang - Magelang membutuhkan investasi dana senilai Rp11,09
triliun. Skema pembiayaan kedua proyek ini sama-sama dilakukan dengan kerja sama pemerintah dan badan usaha atau
KPBU.
Kendati demikian, upaya
menghidupkan jalur atau rel kereta api yang telah lama mati ini tak semudah
membalikan telapak tangan. Apalagi, jalur-jalur kereta api yang bakal
direaktiviasi, sebagian besar telah beralih menjadi pemukinan warga atau
komponen rel-nya rusak ditangan orang tak bertanggung jawab.
Khusus Semarang-Lasem misalnya, Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen atau Gus
Yasin mengakui bahwa di sepanjang
lokasi rel, saat ini telah banyak beralih fungsi. Di beberapa daerah, yang
semula rel kereta api berubah menjadi pasar atau alun-alun.
"Ini yang kayaknya menjadi
pekerjaan rumah (PR) kita agar secepatnya terealisasi, agar mudah
aksesnya," ungkapnya belum lama ini.
Persoalan serupa juga terjadi di
jalur Semarang - Magelang. Selain lahannya sudah banyak beralih menjadi
pemukiman, reaktivasi jalur kereta api tersebut memiliki tantangan dengan
kondisi lahan yang memiliki topografi bergunung-gunung.
Kepala
Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Tengah (Jateng) Satriyo Hidayat mengungkapkan bahwa dengan banyaknya tantangan,
proses pelaksanaan proyek perlu memperhitungkan banyak aspek termasuk implikasinya terhadap secara
lingkungan dan sosial.
Dia mencontohkan, proyek reaktivasi rel kereta Semarang - Magelang
yang sebagian bakal melewati perkotaan. Dengan kondisi tersebut, menurut
Satrio, proses pembebasan lahannya perlu dilakukan secara bertahap untuk
meminimalisir konflik dengan masyarakat.
"Ya itu kami perlu melakukan
banyak tahapan. Perlu hati-hati supaya penolakan sosialnya kecil,"
imbuhnya, Senin (27/1/2020).
Adapun proyek reaktivasi rel
Semarang - Magelang telah melewati fase trase sudah selesai dan saat ini sedang
akan mulai tahap detail enginering design (DED). Setelah fase itu seledai baru
kemudian bisa diajukan izin lokasi, penetapan lokasi, analisis dampak
lingkungan, hingga kemudian fase
pembebasan lahan.
Satriyo berpandangan dengan
progres tersebut, pihaknya cukup optimis proses pelaksanaan proyek rel kereta
api bisa segera dilaksanakan pada 2024
mendatang. "Prosesnya panjang, tetapi kami optimis bisa segera
dilaksanakan," jelasnya.
Sementara itu, untuk proyek
Semarang-Rembang, Dishub Pemprov Jateng kini sudah meminta pemerintah daerah
segera merampungkan konsep tata ruangnya. Apalagi, dalam beberapa kasus dia
melihat ada ketidaksrinkronan tata ruang antar pemda misalnya di kabupaten A
penyediaan lahan di sebelah utara, sementara itu kabupaten B ada di selatan,
kabupaten C di utara lagi.
"Ini tentu tidak efisien.
Makanya saya titip ke kadishub kabupaten kalau selatan ya selatan semua, supaya
bisa sejalan dan efisien," jelasnya.
Reaktivasi rel kereta api sendiri
merupakan salah satu program pemerintah untuk mendorong pemerataan ekonomi di
Jateng. Dengan konektivitas antar daerah, upaya pemerintah untuk mendorong
kantong-kantong perekonomian baru bisa segera terealisir.
Apalagi sejumlah ekonom mengamini
bahwa di antara sejumlah moda transportasi, kereta api cenderung yang paling
efektif dan efisien.
Enny
Sri Hartati, ekonom senior Indef misalnya
menyebut dengan dukungan transportasi darat terutama kereta api dan
optimalisasi pelabuhan Tanjung Emas, dua aspek ini bisa menjadi motor untuk
mengakselerasi perekonomian di kawasan Jawa Tengah.
Persoalannya apakah dengan
setumpuk tantangan yang ada di depan mata, semua rencana itu bisa terealisasi?
Bagaimana langkah pemerintah menuntaskan persoalan tersebut? Hanya waktu yang
akan membutikan.
Sumber : Bisnis, 28.01.20.
[English Free Translation]
Train or spoorwegen has a fairly
long history in Central Java. In the city of Semarang, which subsequently
became the capital of the province of Central Java, the first railroad was
built by the Nederlands - Indische Spoorweg Maatschappij in 1867. Tell us more
about the railway history in the country.
No comments:
Post a Comment