JAKARTA:
Kementerian Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) semakin gencar melakukan pemangkasan jumlah perusahaan BUMN dengan
menggabungkan perusahaan sejenis. Selain holding perusahaan energi dan
konstruksi, pemerintah juga menggelontorkan wacana pembentukan holding
perusahaan di sektor konektivitas.
Dalam
rencana itu, PT Angkasa Pura I
(Persero) atau (AP I) dan PT Angkasa Pura II (Persero) atau (AP II) rencananya akan digabung,
sedangkan PT Kereta Api Indonesia
(Persero) atau (KAI) akan
mengakuisisi BUMN produsen kereta, PT
Industri Kereta Api (Persero) atau (INKA).
Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia
(Persero) (KAI), Edi Sukmoro menyatakan, jika rencana pemerintah tersebut
terealisasi, KAIakan melakukan revitalisasi usia armada yang saat ini dinilai
sudah berusia uzur.
"KAI
akan membeli 890 kereta penumpang
kelas ekonomi, bisnis dan eksekutif. Dari jumlah tersebut, armada yang bakal
diganti sebanyak 51 persen. Umumnya kereta berusia di atas 30 tahun," kata
Edi di Kementerian BUMN.
Ia
menjelaskan, penggantian armada yang sudah berumur tua tidak lepas dari upaya
peningkatan keselamatan perjalanan kereta api. Pasalnya, usia teknis kereta
yang diperkenankan secara keselamatan ialah 33 tahun. Bila melebihi usia itu,
Edi mengakui ada potensi mengganggu perjalanan kereta dan penumpang di
atasnya.
"Life
time-nya seharusnya 33 tahun, sehingga kalau ada kelebihannya dan diperbaiki,
maka akan berisiko. Kita sudah cicil pembaruan armada mulai tahun ini, sekitar
300 kereta per tahun," tegasnya.
Edi
mengatakan, terkait akuisisi INKA, pihaknya pernah menyampaikan keinginan
akuisisi tersebut ke Kementerian BUMN. Menurutnya, jika INKA masuk ke KAIbisa
dilakukan penghematan, tetapi berapa penghematannya, Edi mengaku belum
menghitungnya.
Alasan
KAI ingin mengakuisisi INKA adalah untuk memenuhi kebutuhan kereta api dalam
mendukung program percepatan pembangunan Trans Sumatera, Sulawesi, Kalimantan
dan Papua. Dengan INKA di bawah KAI langsung, kata Edi, pengembangan bisnis
bisa lebih sejalan mengikuti kebutuhan pengguna atau operator kereta. Alhasil,
berbagai kebutuhan kereta dan peralatan bisa dimaksimalkan dari industri dalam
negeri.
"Kalau
kita sanggup, ngapain mesti impor lagi kalau kita bisa. Pegawai kita bisa jadi
lebih banyak, teknologi bagus. Saat ini kemampuan INKA masih merangkak,
contohnya kita beli gerbong datar (ke INKA) 1.200, retak 200. Kita cari
kelemahannya seperti apa, kita perbaiki biar kita bisa berkompetisi,"
tuntasnya.
Sumber
: Rakyat Merdeka, 08.05.16.
[English
Free Translation]
The
Ministry of State-Owned Enterprises (SOEs) more aggressive to cut the number of
state-owned enterprises by combining similar companies. In addition to the
energy and construction holding company, the government also poured issue of
establishment of a holding company in the connectivity sector.
No comments:
Post a Comment