Di bawah kepemimpinan Ignasius Jonan, PT KAI terus berbenah.
Stasiun Kareta Api diperbaiki, outlet penjualan
tiket tersebar di mana-mana. PT KAI kini lebih berorientasi kepada kepentingan
pelanggan. Tidak lagi bertumpu pada produk. Bagaimana wajah KAI ke
depannya. Dirut KAI, Ignasius Jonan, mengungkapkannya kepada Sigit A. Nugroho:
Dulu Anda ragu pada latar belakang akuntansi untuk mengelola
transportrasi. Tapi nyatanya berhasil. Apa cita-cita Anda saat itu?
Saya kira ini bukan cita-cita saya. Ini cita-cita dari dalam PT
KAI sendiri. Bukan saya. Jadi, KAI ingin menjadikan kereta api sebagai backbone
transportasi publik di Indonesia. Misalnya di pulau padat seperti
Jawa. Kalau tidak ada kapasitas angkut yang lebih besar saya kira tahun
2025-2030 pasti trafiknya akan hancur.
Pemikirannya adalah peningkatan pelayanan. Karena dari awal fokus
KAI lebih ke product oriented, bukan customer
oriented. Waktu pertama kali saya masuk pelan-pelan diubah menjadi customer
oriented. Lalu, masalah kapasitas angkut. Kapasitas angkut harus
naik.
Seperti apa peningkatan pelayanan itu?
Anda bisa lihat sendiri perbedaannya. Dari fasilitas stasiun.
Toiletnya bersih enggak? Nyaman enggak? Bandingkan dengan dulu. Lalu soal
tiket. Apakah masih ada calo? Cara mendapatkan tiket juga sudah mudah. Bisa
beli tiket kereta api di mana-mana.
Soal kapasitas angkutnya?
Saat ini dalam satu tahun, jalur Jawa, Sumatra, KRL Jabodetabek
sekitar 200-210 juta penumpang setahun. Partisipasinya masih kecil. Di Pulau
Jawa, jumlah penumpang dari public transport tidak sampai 3% dari total penduduk.
Nanti dengan adanya jalur ganda, tentu dalam pikiran kami kapasitasnya akan
dinaikkan.
Kapasitas KRL sekarang 700 ribu penumpang/hari. KRL Jabodetabek
sampai 2020 meningkat jadi 1,2 juta penumpang/hari. Kalau kereta antar kota di
Jawa (di luar KRL Jabodetabek) terangkut maksimum 100 ribu penumpang/hari.
Jumlah itu bisa ditingkatkan.
Dengan memperbanyak kereta?
Caranya, tidak perlu menambah jumlah kereta dua kali lipat.
Ditambah satu setengah kali saja cukup. Karena okupansi kereta juga tidak
selalu penuh. Kalau week
days okupansinya
hanya 60-70%. Cara yang paling tepat adalah meningkatkan pelayanan (customer focus) itu tadi.
Seperti apa blue
print Anda
untuk memajukan KAI?
Blue print-nya sampai 2020, kapasitas angkut kereta api
mencapai 600 juta penumpang setahun. Sekarang baru 220 juta penumpang/tahun.
Angkutan barang menjadi 60 juta ton/tahun. Sekarang baru 24 juta ton/tahun.
Apakah bisa? Bisa. Caranya dengan investasi dan pengembangan secara simultan.
Ada empat proyek besar. Pertama, KA Bandara Kualanamo. Kedua KA
Bandara Soekarno Hatta. Ketiga, pengembangan angkutan barang di Sumsel. Keempat
pengembangan angkutan barang di Jawa. Sekarang ini baru 3.500 kontainer per
minggu. Harapannya, di 2014 sudah 6.000 kontainer/minggu. 2020 menjadi 12.000
kontainer/minggu.
Apa tantangannya. Dari sisi internal dulu. Misal, pelayanan kan
sangat berkaitan dengan SDM. Bagaimana dengan SDM atau GCG?
Soal GCG internal, KAI butuh proses panjang. Tantangan menjalankan
GCG saya kira sama saja di tiap perusahaan. Ini tergantung pada masing-masing
orang di dalam organisasi. Misalnya, pemahaman rezeki.
Contoh, saya jadi kondektur mendapati Anda tidak punya tiket di
kereta. Lalu Anda membayar saya. Atas uang itu ada yang bilang itu rezeki ada
yang bilang tidak. Ini soal integritas. Contoh kecilnya seperti itu.
Kelihatannya sepele, namun berdampak pada kinerja organisasi. Integritas
seperti ini yang perlu terus ditingkatkan.
Bagaimana dengan orang-orang yang jadi lokomotif di tiap divisi?
Kalau di tingkatan mereka, saya yakin sudah mayoritas bisa.
Pelan-pelan kita turunkan ke semua anggota organisasi. Karyawan KAI sekitar 28
ribu orang. Tentu ini tantangan yang besar untuk menerapkan GCG secara benar di
perusahaan.
Tantangan eksternal seperti apa?
Banyak tantangan yang mesti dihadapi. Di antaranya soal regulasi.
Misalnya, keinginan untuk membuat semua gerbong penumpang ber-AC termasuk KRL
Jabodetabek. Ini susah dijalankan karena terbentur peraturan dari Kementrian
Perhubungan. Masalah lain soal biaya perawatan dan pengoperasian prasarana
(rel, sinyal, stasiun dan sebagainya) mestinya ditanggung APBN — sesuai
perundang-undangan.
Ini sesuai Undang-Undang, bukan sesuai keinginan Jonan. Tapi
selama ini, dana tersebut tidak ada. Padahal biaya maintenance tersebut mencapai Rp 1,5 triliun.
Kalau dana ini turun, tentu pelayanan akan mudah ditingkatkan. Selama ini dana
tidak pernah turun dari APBN. Rapatnya saja yang sering.
Jadi, untuk pelayanan terbaik, bisnis KAI harus bagus supaya bisa
membiayai operasional?
Kurang lebih seperti itu.
Berapa sih pendapatan KAI?
Target saya tahun ini Rp 8 triliun.
Soal PSO bagaimana? Seringkali dana tersebut lambat turun?
Pemahaman PSO bagi kami adalah yang punya kepentingan terhadap
subsidi itu ya yang memberi subsidi. Kalau PSO mau dihapus 100% kami juga tidak
keberatan. Masyarakat Indonesia juga bisa mengerti. Ini sudah diterapkan di
beberapa titik. Kereta-kereta ber-AC tanpa PSO juga tetap laku, animonya tinggi
sekali.
Sampai bulan ini, belum ada perintah menjalankan kereta api
ekonomi. Kalau kami mau memberhentikan kereta ekonomi saat ini juga, bisa. Lha wong tidak ada kontraknya kok.
Kembali ke cita-cita. Apakah Anda yakin semua cita-cita akan
tercapai ketika masa tugas Anda berakhir Februari tahun depan?
Sampai akhir jabatan paling hanya 80% saja tercapai. Tapi kalau
secara framework saya yakin 100% bisa terus berjalan.
Apa yang membuat tidak yakin?
Ya itu tadi. Banyak tantangan yang beberapa saya sebut tadi.
Apakah yakin pengganti Anda akan meneruskan fondasi yang sudah
dibangun ini?
Saya kira yakin. Siapa pun pengganti saya, saya yakin mereka akan
meneruskan.Framework-nya
tetap akan sama. Hanya kalau soal style kepemimpinan itu kan pasti beda. Ada
yang sukanya begini, ada yang suka begitu. Itu kan soal stylesaja.
Kalau framework saya
yakin jalan.
Kalau diberi kewenangan, apakah Anda sudah punya kader pengganti?
Bukan kapasitas saya untuk menunjuk siapa pengganti saya. Itu
kewenangan Kementrian BUMN. Malah kalau KAI bisa sampai RI 1 langsung. Tapi
kalau diberi kewenangan ya saya akan tunjuk siapa saja kader potensialnya.
Siapa itu? Dari internal atau dari luar KAI?
Ya adalah.
Legacy apa
yang ingin Anda tinggalkan?
Ingin dikenang sebagai insan kereta api yang mempersiapkan
organisasi KAI yang bisa mengikuti perkembangan zaman. Itu saja. (EVA)
Sumber : SWA, 12.03.13.
[English Free Translation]
Under the leadership of Ignasius Jonan, PT KAI continue to
improve. Railway stations repaired, ticket sales outlets scattered everywhere.
PT KAI is now more oriented to the interests of customers. No longer relies on
the product. How KAI face in the future. See the report above.