JAKARTA—Pemerintah
mewajibkan kepada seluruh perusahaan tambang yang memiliki unsur saham asing
dalam komposisi perusahaan agar melaporkan kepada ESDM.
Dirjen Mineral dan Batu bara
Kementerian ESDM Thamrin Sihite mengatakan saat ini terus melakukan
rekonsiliasi Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluruh Indonesia juga untuk
mengetahui hal itu.
“Rekonsiliasi itu sebenarnya
sasaran kita ke situ. Sekarang kebijakan kita, kalau sudah ada Izin Usaha
Pertambangan di daerah dan itu ada asingnya, itu harus lapor,” tegasnya ketika
ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Rabu (20/6/2012).
Berkaca dari kasus Churchill
Mining Plc, Thamrin mengatakan pemerintah sama sekali tidak tahu bahwa ada
unsur asing dalam proyek batu bara di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur
itu.
Menurutnya, pemerintah juga
tidak tahu tentang keberadaan Grup Ridlatama (yang tadinya lokal, kemudian
diakuisisi oleh Churchill, perusahaan asal Inggris itu).
“Kita sama sekali ngga tahu
soal Churchill, izin Ridlatama dilaporkan ke kita aja ngga, perusahaan itu
tidak terdaftar. Kasus ini sekarang sudah didelegasikan ke Menkopolhukam dan
Jaksa Agung,” jelas Thamrin.
Seperti diketahui, proyek
batu bara di Kutai Timur, Kaltim semula dikelola oleh Grup Ridlatama bersama
Churchill Mining Plc dengan porsi 25%—75%. Namun keempat izin eksplorasi batu
bara itu sudah dicabut oleh Bupati Kutai Timur Isran Noor karena ada laporan
BPK yang mengindikasikan data-data mereka di lapangan itu palsu.
Selain itu, izin dicabut
karena ada laporan dari Menteri Kehutanan bahwa kegiatan mereka dilakukan di
atas hutan produksi yang harus mendapat Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH)
terlebih dahulu. Belakangan, Churchill dan Grup Ridlatama diketahui pecah
kongsi. Menurut Thamrin, dari awal kerja sama kedua pihak ini sudah tidak
benar.
“Kan ada IUP diberikan
kepada orang Indonesia [Grup Ridlatama], mereka terus kerja sama dengan asing
[Churchill]. Sebenarnya kerja samanya mereka yang tidak benar,” ujar Thamrin.
Seperti diketahui, Churchill
berencana menggugat Republik Indonesia sebesar US$2 miliar ke International
Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington DC.
Pasalnya, izin mereka dicabut oleh bupati dan izin Grup Nusantara (milik
Prabowo) yang tumpang tindih dengan lahan mereka, diketahui diperpanjang oleh
bupati.
Bupati Kutai Timur Isran
Noor menegaskan tidak takut menghadapi gugatan Churchill.
“Tidak ada negosiasi, haram
hukumnya. Kami tidak takut menghadapi gugatan mereka. Kami sudah pelajari
gugatan itu sama sekali tidak punya dasar yang kuat. Kami sudah antisipasi
gugatan itu, kami siap saja,” ujarnya.
Isran juga menegaskan tidak
pernah ada perusahaan asal Inggris bernama Churchill Mining Plc yang
berinvestasi batu bara di daerahnya. Yang ada hanyalah grup Ridlatama, yang
memiliki empat izin tambang batu bara yang kemudian izinnya sudah dicabut
olehnya. Ternyata, belakangan Churchill memegang porsi 75% di proyek itu.
“Di mata Pemkab Kutai Timur,
Churchill itu nggak pernah ada, yang ada itu Ridlatama dan izin tambang mereka
sudah dicabut. Dia [Churchill] mengakuisisi Ridlatama secara tersembunyi,
ilegal. Sementara IUP tidak boleh dimiliki asing, yang asing itu PKP2B dan KK,
IUP nggak boleh,” tegasnya.
Dihubungi terpisah, Azhar
Lubis, Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM menegaskan
BKPM tidak memiliki data apa pun tentang Grup Ridlatama. Azhar juga mengaku
tidak memiliki catatan persetujuan penanaman modalnya di BKPM.
“Sehingga kami tidak tahu
tentang saham Churchill di Ridlatama tersebut,” ujarnya ketika dihubungi
Bisnis, hari ini.
Di sisi lain, Azhar
mengatakan BKPM memiliki data Churchill sebagai salah satu perusahaan Penanaman
Modal Asing (PMA) di bidang usaha jasa pertambangan umum.(bas)
Sumber : Bisnis Indonesia,
20.06.12.
[English Free Translation]
The Government requires the
mining company that has a foreign element in the composition of company stock,
in order to report to the Energy & Mineral Resources.