JaKaRTa: Gak
banyak yang tahu sejarah beroperasinya perusahaan “ular besi” ato lebih dikenal
dengan kereta api di negeri ini. Makanya begitu ada yang bercerita ato ada
kumpulan artikel sejarah kereta api, langsung dicaplok aja dulu.
Berhubung forum
ini termasuk untuk memasyarakatkan industry perkeretaapian nasional dan gak ada
bumbu nyari profit, paling pol mohon untuk berbagi he he he. Semoga bisa
dimaklumi. Kalo ndak disetujui, yo tinggal meng-hapus lamannya saja.
Berikut ini
tampilan artikel lama dan blon lama binitz, untuk bisa dijadikan rujukan bersama.
Selamat membaca.
--- quote ---
(artikel) Kejayaan Transportasi KA Tinggal G(K)enangan
SEMARANG:
Suasana Jalan Ronggowarsito siang
itu masih sama seperti kemarin dan bulan-bulan sebelumnya. Lalu lalang truk
yang memuat kontainer, sepeda motor, mobil, sepeda, dan orang berjalan.
Hanya jika
ada kereta api melewati jalan yang terhubung dengan Pelabuhan Tanjung Emas tersebut, kendaraan harus berhenti sebelum
palang pintu perlintasan. Sementara di pinggir rel kereta api yang sekarang
tambak, banyak dimanfaatkan warga untuk memancing.
Krisbiantoro, pegawai PT KAI Daop 4 yang pernah bermukim di Jalan Spoorlan, Kel. Kemijen
menuturkan, dahulu sekitar tahun 1970-an,
di Jalan Ronggowarsito ada 4 jalur kereta api yang melintas, yakni jalur Semarang-Grobogan, Semarang-Surabaya,
Tawang-Semarang Gudang, dan Stasiun
Gudang-Tanjung Emas.
"Sekarang
sudah tidak ada bekasnya lagi. Balai
Yasa dan Depo sudah hancur
karena rob," kata pria yang lahir pada 1968 itu. Kini, kejayaan kereta api di era 70-an pun tinggal
kenangan dan genangan. Yang tersisa di area seluas 12 hektare milik PT KAI hanya genangan rob yang berubah jadi
tambak, permukiman, dan beberapa gudang rusak tak terawat.
Sumber :
Suara Merdeka, 18.06.15.
(artikel) Di Sini Kereta Api Pertama Bermula
Dua hari
tanpa hujan, Jalan Ronggowarsito
menuju Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang,
Kamis (20/2), masih tergenang. Tak lama menyusuri, tibalah di mulut Gang Spoorland I, gerbang bangunan Stasiun Samarang, stasiun pertama yang
dibangun pada 1864.
Saya tahu
bangunan Stasiun Samarang yang pertama ini dari buku. Saya punya buku itu tahun
1960-an waktu bekerja di Stasiun Semarang Gudang, tetapi buku itu dipinjam
teman dan tak dikembalikan,” kata Ramelan (80), warga Asrama Spoorland RT 002
RW 003 Kelurahan Kemijen, Semarang Timur, Jawa Tengah. Dulu, ia teknisi gerbong
kayu di sana.
Asrama Spoorland adalah sisa bangunan Stasiun Samarang
sayap selatan. Sayap utara dan barat hilang tak berbekas. Bangunan itu tak jauh
dari Stasiun Semarang Gudang.
Semula
bangunan Stasiun Samarang berbentuk ”U”
terbuka ke arah timur, mengarah ke rangkaian jalur rel. Jalur rel pertama dibangun tahun 1864-1867 sepanjang 25 kilometer
menghubungkan Stasiun Samarang hingga Stasiun Tangoeng, yang sekarang
ditulis Tanggung, di Kecamatan
Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan, Jateng.
Pada buku
berbahasa Belanda, Spoorwegstations op
Java, karya Michiel van Ballegoijen
de Jong (Amsterdam, 1993), dipampang foto Stasiun Samarang, utuh dari sisi
timur dan barat. Megah. Foto diambil saat pembukaan stasiun tahun 1867.
Kondisinya tak jauh beda dengan Stasiun
Tanjung Priok dan Stasiun Jakarta
Kota yang masih tegak berdiri.
Kini, ejaan
kata ”Samarang” pada Stasiun
Samarang berubah menjadi Semarang. Stasiun ini dibangun perusahaan swasta
Belanda, Nederlandsch-Indische Spoorweg
Maatschappij (NIS).
Pada
perkembangannya, NIS tumbuh menjadi
maskapai kereta api terbesar di antara 18 maskapai yang pernah mengoperasikan
jalur rel di Indonesia.
Ramelan
menetap di Asrama Spoorland sejak tahun 1950-an. Istilah spoorland atau
spoorlaan kira-kira berarti ’jalan sepur’.
Tahun 2009,
Ramelan menjadi penunjuk keberadaan Stasiun Samarang bagi Deddy Herlambang, Tjahjono Rahardjo, dan Karyadi Baskoro. Ketiganya penggiat pada pencinta kereta api Indonesian Railway Preservation Society
(IRPS) Semarang yang mengemban misi konservasi peninggalan penting sejarah
perkeretaapian.
Hampir sulit
dipercaya ketika Tjahjono pada Kamis pagi itu mengatakan, ”Di sini dulu letak
tulisan Samarang.”
Dinding yang
ditunjuk Tjahjono tak lagi setinggi gambar pada foto buku De Jong. Saat
diresmikan 1867, tulisan ”Samarang” terlihat amat tinggi.
Selain
kondisi sekarang jauh lebih rendah di atas permukaan tanah, lapis bidang
dinding aslinya pun tak jelas. Banyak lapisan batu bata baru menimpanya secara
tak beraturan.
Seusai
menunjuk tembok itu, Tjahjono mengajak menyusuri lorong di sisi utara. Ia
menunjuk ornamen ventilasi berbentuk lingkaran pada dinding setinggi sekitar 2
meter dari tanah. Ventilasi ini disebut bovenlicht pada masa Hindia Belanda dan
biasanya di atas pintu.
Tjahjono juga
menunjukkan ornamen konsol besi cor lengkung sebagai besi penyangga atap peron.
Kejanggalan jejak bangunan yang serba rendah itu pun terkuak. Stasiun Samarang
telah ambles! ”Kedalaman amblesan tanah 3 meter atau lebih,” kata Tjahjono,
pengajar di Universitas Katolik
Soegijapranata, Semarang.
Tonggak sejarah
Sekitar 300
meter dari rumah Ramelan berdiri dua blok bangunan tua yang semula depo kereta
api. Kini, bangunan itu menjadi Asrama Depo Indah yang masih menyisakan
struktur bangunan baja dan balok kayu jati kokoh, tetapi bernasib sama dengan
Asrama Spoorland yang ambles hingga 3 meter.
Meski begitu,
fungsi bangunannya masih dipakai. Sebab, bangunan pada masa Hindia Belanda itu tinggi-tinggi.
”Kalau depo
ini tak dihuni, mungkin tak ada lagi,” kata Sunarno (79), mantan masinis kereta
jurusan Semarang-Cepu dan Semarang-Yogyakarta sejak tahun 1960-an. Ia menempati
Asrama Depo Indah sejak 1981.
Sunarno
menunjuk lengkungan pintu asli rumahnya. Pintu tersisa 1 meter pada bagian
atas, selebihnya tertimbun. Ia menjebol dinding sebelahnya untuk pintu
sekarang.
Di depan
rumahnya ada bangunan panjang menyamping dikelilingi rawa. ”Itu dulu Stasiun
Semarang Gudang.”
Buku sejarah
menyebut Stasiun Semarang Gudang adalah stasiun dan rel kereta api pertama di
Indonesia. Sejatinya itu stasiun kereta api barang yang terhubung dengan
Stasiun Tawang. ”Namun, itu bukan stasiun pertama di Indonesia,” kata Tjahjono.
Telaga Bakti Nusantara tahun 1997 juga menyebut Semarang
Gudang sebagai stasiun pertama di Indonesia pada buku Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid 1 terbitan Angkasa, Bandung.
Bukan hanya
Semarang Gudang yang disebut sebagai stasiun kereta api pertama. Di sebut-sebut
juga Stasiun Kemijen. Lihat saja di Museum Transportasi Taman Mini Indonesia
Indah. Di sana terpampang papan Stasiun
Kemijen ”Anno 1868 Kemidjen + 1.8 m” yang disebutkan stasiun kereta pertama di
Indonesia.
Menurut
Tjahjono, Stasiun Kemijen yang berlantai dua itu hanya halte dan rumah sinyal
pengawasan.
Djoko Setijowarno, pengamat transportasi dan dosen Universitas Katolik Soegijapranata,
mengatakan, di Semarang pernah ada tiga stasiun yang tak terhubung satu sama
lain. Pada era Belanda, setiap stasiun dikelola perusahaan yang berbeda-beda.
Baru pada pendudukan Jepang, 1942-1945, jalur rel ketiga stasiun itu
dihubungkan.
Ketiganya
adalah Stasiun Tawang jurusan Semarang-Surakarta-Yogyakarta, dikelola
perusahaan NIS; Stasiun Poncol
jurusan Semarang-Cirebon, dikelola Semarang-Cheribon
Stroomtram Maatschappij (SCS); dan Stasiun Jurnatan tujuan Semarang-Juwana,
dikelola Semarang-Joana Stroomtram
Maatschappij (SJS).
”Hanya Stasiun Jurnatan yang berubah fungsi
jadi ruko,” kata Djoko.
Dulu, kereta
api adalah nadi hidup peradaban. Sempat terabaikan berpuluh tahun, kini
tertatih menuju perbaikan. (WINARTO HERUSANSONO)
Sumber :
Kompas, 27.02.14.
[English Free
Translation]
Around 1970’s,
in Jalan Ronggowarsito there were 4 (four) railroad crossing, ie Grobogan - Semarang, Semarang - Surabaya, Tawang - Semarang
Gudang - Warehouse and Semarang Gudang - Tanjung Emas. Let’s read another
article. So exciting.