MEDAN: Tahun ini jadi masa
yang paling berat bagi karir politik Walikota Medan nonaktif Rahudman Harahap.
Sebelum dihukum Majelis Kasasi Mahkamah Agung dalam perkara korupsi TPAPD
Tapanuli Selatan, Kejagung juga sudah menetapkan Rahudman sebagai
tersangka pengalihan hak atas Lahan PT KAI di Jl. Jawa.
Status tersangka juga
disematkan pada mantan walikota Abdillah dan Dirut PT ACK Handoko,
berdasarkan surat perintah penyidikan yang sama. Berdasarkan penelusuran,
Rahudman menerbitkan 5 surat terkait lahan Jl. Jawa, meski sudah tidak lagi
menjabat Penjabat (Pj) Walikota Medan, 12 Februari 2010.
Salah satunya yaitu surat
perjanjian tentang penyerahan tanah bagian dari hak pengelolaan Pemkot Medan
kepada Dirut PT ACK Handoko, atas lahan seluas 26.620 m2 di Jl. Timor,
Jl. Veteran, dan Jl. Jawa. Selain itu, Rahudman juga menandatangani surat
permohonan hak atas pertapakan tanah kantor lurah di Gang Buntu, Kantor
Polsekta Medan Timur, dan Masjid Al-Jihad, pada Dirut PT KAI di Jl. Perintis
Kemerdekaan, Bandung.
(Di media yang sama, artikel
lain terkait pencaplokan lahan milik negara oleh pihak swasta, jadi barang
mainan. Baca juga ulasan dibawah ini ... redaksi)
Peradilan Ecek-ecek. Kutipan
Wawancara dengan Dr. Hasyim Purba, Ketua Departemen Hukum Perdata Universitas Sumatera
Utara (USU) Medan.
Ketua Departemen Hukum Perdata Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, Dr. Hasyim Purba mengatakan, Surat BPN Kota Medan yang menyebutkan status tanah di Jl. Jawa, Jl. Veteran, Jl. Timor, dan Jl. Madura, Kel. Gang Buntu, Kec. Medan Timur sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh negara “bekas” hak eigendom perponding No. 33 atas nama gouverment van ned indie, tidak bisa dimaknai sebagai lahan tidak bertuan.
Pelepasan itu harus ada
penyerahan. Menurut Hasyim, sebelum tanah itu dirobohkan bangunan-bangunan di
atasnya, aset tersebut secara de facto yang berhak PT KAI. Jika kemudian PT KAI
belum atau lupa mengurus berkas-berkas atas lahan tersebut, itu menjadi persoalan
lain.
Tetapi aset tersebut tetap
di bawah PT KAI pascanasionalisasi. Hasyim mengatakan, hak atas tanah itu tidak
otomatis hilang. Hal ini sudah merupakan fakta. Tetapi ada “lego” menggunakan
surat (BPN) untuk melakukan gugatan ke pengadilan.
BPN Medan yang hingga saat
ini belum mengeluarkan hak atas tanah tersebut seharusnya kembali ke siapa dulu
de facto yang memiliki lahan tersebut. Hasyim mengatakan, “Tidak ada tanah di
republik saat ini tidak bertuan. Jika BPN menyatakan belum pernah dimohonkan
haknya oleh siapapun setelah berakhir tahun 1961, otomatis lahan tersebut jatuh
menjadi Hak Menguasai Negara (HMN).”
Lantas mengapa PN, PT dan MA
memenangkan PT ACK jika tanah tersebut harusnya menjadi HMN? Hasyim mengatakan,
“Itulah permainan. Pengadilan belum tentu semua adil. Saya dulu mengutarakan di
Medan ini ada peradilan ecek-ecek. Putusan pengadilan itu digunakan untuk
menjustifikasi permohonan hak.”
Sumber : Tribun Medan,
14.04.14.
Catatan :
Baca juga rujukan sebelumnya
di : [KA-079/2014] Penandatanganan Kesepakatan Bersama BPN-PT KAI, [KU-072/2014]
Dua Mantan Walikota Medan Jadi Tersangka Korupsi Pengalihan Hak Tanah PT KAI, [KA-067/2014]
PT KAI Melawan Mafia Tanah dan Mafia Peradilan dan [KU-065/2014] Mafia Tanah
Menang, Aset PT KAI Rawan Diserobot.
[English Free Translation]
Articles that include land
disputes in the field in which one of them owned by PT Kereta Api Indonesia
(Persero).
No comments:
Post a Comment