Kualitas layanan kereta api yang masih terbatas dan peristiwa kecelakaan adu lokomotif belum lama ini membuat banyak pihak bertanyatanya, ke mana kebijakan perkeretaapian Indonesia akan dibawa?
Bagaimana mungkin kecelakaan itu bisa terjadi di wilayah operasi kereta api yang tidak terlalu padat. Selain itu, sinyal di antara dua stasiun juga berfungsi dengan baik. Mengapa kecelakaan tersebut bisa terjadi?
Siapa yang salah? Masinis? Petugas perjalanan KA? Atau siapa? Para pegiat transportasi, pecinta KA dan rokers (rombongan kereta alias para komuters) dijangkiti rail phobia di mana pada satu sisi me reka tetap ingin naik (dan men cintai) KA, di sisi lain ada ke ce masan dan kekhawatiran atas ope rasional KA.
Moda KA sebenarnya punya beberapa keunggulan yang tidak terbantahkan dalam mengantar barang dan penumpang. KA memiliki tingkat efisiensi enam kali dalam konsumsi bahan bakar minyak (BBM) per penumpangkm apabila dibandingkan dengan kendaraan pribadi. Aspek ini penting karena harga BBM mungkin akan naik.
Jika dihitung kemampuan angkut barang dalam kontainer-km KA memiliki efisiensi lima kali lipat dibandingkan dengan angkutan truk. Satu rangkaian KA dengan 40 gerbong barang dapat memindahkan 40-80 kontainer, tergantung formasinya.
Hilangnya sebagian beban jalan ini mengakibatkan timbulnya rentetan manfaat yaitu penurunan potensi kecelakaan di jalan raya, efisiensi penggunaan ruang jalan sehingga kecepatan rata-rata lalu lintas bisa meningkat. Selain itu, akan terjadi perbaikan kondisi lingkungan seiring dengan pengurangan volume emisi gas buang kendaraan pribadi.
Skeptisme terhadap masa depan KA memang harus dijawab dengan pembangunan yang nyata, ‘just build it!’. Untuk itu mari kita lihat beberapa kegiatan utama yang sedang berlangsung di sektor ini. Pertama, untuk menunjang koridor ekonomi Jawa, saat ini berlangsung penuntasan jalur rel ganda JakartaSurabaya yang diharapkan selesai pada akhir 2013, dengan total biaya konstruksi sekitar Rp9,8 triliun.
Sebanyak 93% kontrak bersifat multiyears (tahun jamak) sehingga pada tahun depan tidak perlu lagi ada waktu yang terbuang untuk lelang. Beberapa jenis kontrak yang sifatnya standar seperti pengadaan bantalan beton, dilakukan dengan lelang elektronik (e-procurement). Untuk menjaga tata kelola yang baik dalam pelaksanaan proyek, kegiatan ini diawasi oleh tim khusus dari Inspektorat Jenderal Kemenhub, dan asistensi dari lembaga pengadaan LKPP serta lembaga pengawasan BPKP.
Kedua, dimulainya pembangunan KA komuter Bandara Soekarno-Hatta yang melalui Tangerang dengan rute jalur ganda Manggarai – Tangerang (via Duri) sepanjang 28 km, dan pembangunan jalur baru Tangerang-Bandara sepanjang ±7 km dengan estimasi biaya Rp2,3 triliun. Melalui Perpres No. 83/2011, PT KAI diberi penugasan oleh Pemerintah untuk membangun jalur baru TangerangBandara yang sebagian besar akan melalui tanah milik PT Angkasa Pura II.
Saat ini, dikerjakan jalur ganda rute Duri-Tangerang yang tahun depan diharapkan dapat dituntaskan. Dengan keberadaan KA komuter bandara pada awal 2014 ini, maka akses menuju Bandara Sokearno-Hatta diperkirakan dapat ditempuh dalam 60 menit dari Manggarai.
Selain di Jakarta, akan dibangun KA bandara di Medan yang menghubungkan pusat Kota Medan ke Bandara Baru Kualanamu yang rencananya mulai dioperasikan pada awal 2013. KA Bandara Medan ini akan memiliki stasiun yang langsung berada di bandara dan menempuh jarak sepanjang 28 km dengan rute Medan-Araskabu sepanjang 22,5 km, dan rel baru 5,5 km ke terminal bandara. Pembangunan KA bandara Medan ini merupakan bagian dari revitalisasi KA di kawasan aglomerasi perkotaan Mebidangro (Medan-Binjai-Deli Serdang dan Karo).
Ketiga, dimulainya konstruksi mass rapid transit (MRT) Jakarta tahap I Lebak Bulus ke Bundaran Hotel Indonesia (HI) sepanjang 15,7 km yang memang sudah cukup lama diwacanakan. Dengan jalur ini diharapkan lalu lintas Jabodetabek yang menggunakan koridor Utara-Selatan bisa dikurangi kepadatannya.
Tahap II dari proyek ini yang meneruskan rute Bundaran HI hingga Kota diharapkan dapat dibangun sebelum 2015. Pada saat ini juga dilakukan kajian untuk membangun MRT jalur Timur-Barat Jakarta dengan beberapa opsi rute dengan panjang sekitar 45 km hingga 87 km.
Melalui penataan ulang angkutan umum di Jakarta secara terintegrasi, diharapkan pergerakan penumpang di Jakarta dapat terfasilitasi dengan keberadaan dua jalur MRT (Utara-Selatan dan Timur-Barat) yang dikoneksikan dengan jejaring BRT TransJakarta, KA komuter Jabodetabek dan jalur lingkar KA loopline di tengah Kota Jakarta.
KA barang swasta
Dalam hal angkutan barang, akan dimulai pembangunan (groundbreaking) KA barang swasta pertama di Kabupaten Kutai Timur yang merupakan investasi dari Middle East Company (MEC) Coal. Panjang jalur yang saat ini disiapkan sepanjang 130 km akan menghubungkan antara pertambangan batu bara dan alumina di Muarawahau, dengan pelabuhan khusus di Bengalon. Apabila nanti beroperasi, KA barang ini merupakan yang pertama dengan panjang rangkaian tiga lokomotif dan 120 gerbong yang panjangnya dapat mencapai 2,2 km. Secara keseluruhan operasi KA swasta ini akan membutuhkan paling tidak 16 lokomotif dan 630 gerbong.
Untuk menjawab ketersediaan jalur ganda pantura Jawa dan peningkatan layanan KA komuter Jabodetabek dan kota-kota besar lainnya, mulai tahun ini PT KAI akan mendatangkan secara bertahap lokomotif, gerbong barang dan penumpang. Untuk menambah armada KA Jabodetabek, telah didatangkan 100 unit kereta rel listrik (KRL) pada tahun lalu yang secara bertahap akan menambah ketersediaan rangkaian KRL Jabodetabek.
Pada tahun ini akan datang lagi 160 unit KRL dengan kemungkinan penambahan hingga 300 unit. Penambahan armada ini tentunya akan dibarengi dengan ketersediaan listrik, sterilisasi stasiun, pengoperasian tiket elektronik, dan ketersediaan bengkel KRL di Balai Yasa KA Manggarai.
Menurut rencana, PT KAI akan mencoba mengoperasikan KA Jabodetabek dengan jeda waktu antarrangkaian sekitar 8-10 menit pada jam sibuk. Tahapan seluruh program ini telah berada pada rencana aksi yang terukur dalam kerangka penugasan PT KAI melalui Perpres No. 83/2011.
Untuk keperluan angkutan batu bara di Sumatra Selatan, PT KAI membutuhkan sekitar 50 lokomotif dan 1.400 gerbong barang yang rencananya akan datang secara bertahap. Sementara itu, untuk angkutan barang di Pulau Jawa dibutuhkan paling tidak 1.600 gerbong PPCW dan 120 lokomotif. Lokomotif ini sebagian akan dirakit di Indonesia.
Penguasaan teknologi juga akan menjadi fokus perhatian antara lain meliputi pengembangan workshop PT KAI di Yogyakarta yang akan menjadi pusat workshop lokomotif produksi General Electric (GE) di Asia Tenggara. Ambisi yang dicanangkan adalah ekspor lokomotif GE dengan menggunakan Certificate of Origin Indonesia pada saat pemberlakuan Asean Free Trade Agreement 2015, yang memungkinkan produk ini lebih murah 20% dibandingkan dengan produk sejenis yang dijual dari USA.
Berbagai perkembangan yang menjanjikan tersebut seyogyianya dapat memberikan rasa optimisme dan harapan, agar momentum yang baik pada Tahun Naga 2012 dapat menjadi arus besar railvolution, atau bangkitnya kembali perkeretaapian Indonesia.
Sumber : Bisnis Indonesia, 27.02.12.
[English Free Translation]
Train modes actually have some indisputable advantages of delivering goods and passengers. Train has six times the level of efficiency in the consumption of fuel oil (bahan bakar minyak / BBM) per passanger / km when compared to private vehicles. This aspect is important because fuel prices will probably rise.
No comments:
Post a Comment