KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Usai debat
calon presiden (capres) putaran kedua yang digelar oleh Komisi Pemilhan Umum (KPU), Minggu (17/2), istilah unicorn menjadi
bahan perbincangan hangat masyarakat. Maklum, dalam debat yang berlangsung
semalam, sepertinya Prabowo Subianto,
Calon Presiden Nomor Urut 02 tidak mengenal istilah tersebut.
Sebelum debat, sebetulnya, beberapa
hari lalu istilah unicorn juga ramai disebut-sebut ketika orang membicarakan
kicauan Ahmad Zacky, CEO Bukalapak,
yang menghebohkan. Bukalapak adalah salah satu perusahaan rintisan (startup) di
Indonesia yang sudah mencapai level unicorn.
Mungkin Prabowo tidak sendirian.
Orang lain yang tidak mengikuti perkembangan bisnis rintisan tidak akan
mengenal, apalagi memahami, istilah yang sangat khas dalam khasanah bisnis
rintisan tersebut.
Bahkan orang-orang yang mengenal
istilah unicorn pun mungkin juga tidak tahu bahwa ada tiga nama binatang lain
yang juga diadopsi oleh dunia startup untuk menggambarkan level valuasi
perusahaan-perusahaan rintisan.
Ah, Anda juga? Yuk, kita cermati
satu per satu, kalau begitu.
Level valuasi perusahaan startup paling kecil disebut Cockroach alias kecoa. Ini bukan sebutan untuk
menghina, lo, ya. Sebutan ini justru untuk menjuluki perusahaan rintisan awal
yang memiliki valuasi masih kecil, tapi tahan banting. Ulet bertahan hidup
seperti kecoa.
Perusahaan seperti ini bisa menarik
para angel investor untuk mengikutsertakan modalnya sehingga valuasinya
membesar.
Di level selanjutnya, terdapat
istilah Ponies alias kuda poni. Istilah dipakai untuk
menjuluki perusahaan-perusahaan rintisan yang telah memiliki valuasi menembus US$ 10 juta atau sekitar Rp 141-an miliar.
Jika perusahaan di level ini bisa
mempertahankan dan menaikkan nilai valuasinya, maka para angel investor dengan
modal lebih gede akan tertarik menginjeksi modal segar. Valuasi mereka pun akan
terdorong ke level berikutnya.
Centaurs,
makhluk berbadan kuda berkepala manusia dalam mitolog Yunani, menjadi istilah
untuk menggolongkan startup dengan valuasi mampu menembus US$ 100 juta. Kira-kira Rp
1,41 triliun.
Lagi-lagi, jika perusahaan perintis
segede ini masih bisa meningkatkan valuasinya, para angel investor kelas paus
masih bisa tertarik menambahkan modal, sehingga semakin mendorong valuasinya.
Nah, berada di kasta teratas,
perusahaan perintis yang valuasinya mampu menembus
US$ 1 miliar (setara sekitar Rp 14,1 triliun) mendapat julukan Unicorn. Kuda bertanduk tunggangan para
dewata.
Di Indonesia, terdapat empat
perusahaan rintisan yang sudah berada di kasta tertinggi ini. Mereka adalah: Go-Jek, Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak.
Biasanya, perusahaan startup di
level ini sudah semakin sulit mendapatkan pasokan modal segar dari para
investor malaikat. Bukan karena tidak menarik, tapi tidak terlalu banyak lagi
angel investor yang memiliki kapasitas dana hingga sebesar itu.
Oleh sebab itu, menawarkan saham ke
investor publik menjadi jalur paling logis untuk semakin memperbesar aset
perusahaan dan mendongkrak valuasinya.
Namun, setelah menjadi perusahaan
publik, umumnya karakter perusahaan rintisan mulai berubah. Menyesuaikan
tuntutan investor di bursa saham, mereka akan mulai mengejar perolehan laba
dari semula mengejar peningkatan valuasi.
Sumber : Kontan, 18.02.19 / Ilustrasi : kutahu.com.
[English Free Translation]
Most people know the term of Unicorn
but may be less familiar with other terms, that there are three other animal
names that are also adopted by the startup world to describe the level of
valuation of startup companies. Read the brief as above mentioned.
No comments:
Post a Comment