JaKaRTa : It’s a hectic day dan
harus diakui bener bingitz. Ini hari merupakan hari yang penuh dengan kegiatan,
mulai dari kegiatan formal sampe non-formal. Gak ngeluh loh cuma nyammpein
supaya dimaklum.
Menjelang siang, kedatangan CFT PT KAI (sebelumnya SM di Divre 4) yang meninjau aktifitas
di Jakarta Gudang (JAKG) serta
sempat berdiskusi dengan Rizal + Azizah di
kantor JO BKALOG.
Sorenya, ketemu sohib lama di SICU / Samudera Indonesia Corporate
University (mantan GM Divisi Hapag-Lloyd), kemudian ketemu petinggi Samin juga, mbak Imelda dan Teguh Basuseto di SSL.
Usai waktu Shalat Maghrib, diadakan pertemuan antara pihak Sertwo International Sdn Bhd
(selanjutnya disebut Sertwo) dengan
perwakilan Indonesian Logistics
Community (ILC) untuk saling berkenalan skaligus bersilaturahim. Pertemuan
ini untuk kali pertama dilakukan, meminjam tempat di area Best Western The Hive.
Dengan difasilitasi oleh MaTrade (semacam Kamar Dagang
Malaysia), tim ILC diperkenalkan dengan tim Sertwo : Jemizan Abu Bakar, Nor Azwa Omar Jamli, Farahida Dato Fauzi dan
tim.
Butir2 pertemuan membahas topik profil perusahaan (company profile),
memperkenalkan produk Shertu (product brief introduction) dan diakhiri tanya jawab antar para-pihak. Inti
pembahasan, bagaimana cara memasyarakatkan Halal Products di Indonesia, berkaca
pengalaman Sertwo di Negeri Jiran.
Sebenarnya tujuan pertemuan untuk
berbagi pengalaman agar masing2 pihak mampu bertindak sesuai domainnya dan tak
melanggar regulasi yang ada. Apa sebab ? Produk yang nak masuk ke Tanah Air
merupakan produk Malaysia dan akan
diperkenalkan di Indonesia sesegera mungkin.
Akan ada pembicaraan lebih lanjut
apabila dirasa keduanya menyepakati poin2 yang sudah dibicarakan semalam.
Menyusul.
Sebagai tambahan informasi, yuuuuk
simak definisi yang dinamakan produk halal ato halal product itu apa ? Definisi
ini dipinjam dari Wikipedia dan
dibagikan kepada Pembaca agar memiliki pemahaman yang sama.
Halal (Arab: حلال
ḥalāl; 'diperbolehkan') adalah segala objek atau kegiatan yang diizinkan
untuk digunakan atau dilaksanakan, dalam agama Islam. Istilah ini dalam
kosakata sehari-hari lebih sering digunakan untuk menunjukkan makanan dan
minuman yang diizinkan untuk dikonsumsi menurut Islam, menurut jenis makanan
dan cara memperolehnya.
Pasangan halal adalah thayyib yang berarti 'baik'. Suatu
makanan dan minuman tidak hanya halal, tetapi harus thayyib; apakah layak
dikonsumsi atau tidak, atau bermanfaatkah bagi kesehatan. Lawan halal adalah haram.
Halal sebagai salah satu dari lima
hukum yang kita kenal sekarang ini, yaitu: fardhu
(wajib), mustahab (disarankan), halal (diperbolehkan), makruh (dibenci), haram
(dilarang).
Di Indonesia, sertifikasi kehalalan
produk-produk pangan dan minuman ditangani oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) – secara spesifiknya Lembaga Produk Pangan, Makanan &
Kosmetika Majelis Ulama Indonesia dan
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Seiring dengan bahasan halal diatas,
gak ada salahnya ada informasi terkait yang bisa jadi rujukan buat kita semua.
--- quote ---
Bisakah Indonesia Saingi Dominasi Malaysia
di Pasar Halal Dunia?
Sumber asia.nikkei.com
Posted on February 13, 2019
Pasar Halal dunia diproyeksikan bernilai $3 triliun pada
tahun 2023, tidak heran jika negara-negara
Muslim (atau mayoritas Muslim seperti Indonesia) berusaha memanfaatkan potensi
ini. Saat ini, Malaysia masih mendominasi pasar tersebut, dengan label
halal-nya yang dikelola oleh negara. Namun Indonesia, kini menjadi pesaing yang
harus diperhitungkan.
Oleh: CK Tan dan Shotaro Tani (Nikkei Asian Review)
Jepang mungkin memiliki populasi
Muslim yang sangat sedikit, tetapi negara itu masih membuka jalan bagi Faisal
Ahmad Fadzil dari Malaysia dan lini produk mandi dan minyak pijatnya yang
bersertifikat halal.
“Jika Anda sukses di Jepang,” kata
Faisal, “Anda bisa sukses di mana saja.”
Eksportir Malaysia yang mematuhi
produk-produk syariah itu bertujuan untuk mengembangkan produknya ke mana-mana,
memanfaatkan ekonomi Islam global yang
diproyeksikan bernilai lebih dari $3 triliun pada tahun 2023. Tetapi dengan
peluang sebesar itu datanglah persaingan yang hebat.
Indonesia, rumah dari populasi
Muslim terbesar di dunia, menjadi pesaing kuat.
Istilah “halal” mencakup segala sesuatu yang sesuai dengan hukum Islam seperti yang tertulis dalam
Alquran. Aturan yang paling terkenal
adalah melarang daging babi dan alkohol,
tetapi tulisan itu dapat diterapkan
untuk semua jenis produk dan layanan. Meskipun ada upaya untuk menciptakan
standar universal, untuk saat ini berbagai negara menggunakan metode
sertifikasi mereka sendiri.
Saat ini, Malaysia memiliki
keunggulan atas tetangganya di Asia Tenggara itu dalam bisnis halal. Malaysia mengekspor produk bersertifikat
pada tahun 2017 senilai 43,3 miliar ringgit ($10,5 miliar), naik 32 persen dari
empat tahun sebelumnya dalam hal mata uang lokal. Makanan menyumbang hampir
setengah dari ekspor, di samping kosmetik, bahan kimia dan barang-barang
lainnya. Indonesia, sementara itu,
mengirimkan $7,6 miliar.
Malaysia menempati peringkat pertama
di antara negara-negara dengan posisi terbaik untuk meraih peluang dalam
ekonomi Islam, menurut laporan 2018-2019 oleh Thomson Reuters dan
DinarStandard yang membuat proyeksi $3 triliun. Saat ini, ekonomi ini
mencakup tidak hanya negara-negara yang mayoritas penduduknya Muslim, tetapi
juga pasar-pasar lain seperti Jepang
di mana ada permintaan barang yang sesuai dengan batasan Islam, baik itu dari
pelancong atau imigran.
Laporan ini menunjukkan Indonesia berada di peringkat 10.
Malaysia, yang telah lama membuat
barang-barang halal dan sebagai pilar keuangan Islam dari perkembangan
ekonominya, berharap dapat memperluas bisnis itu dengan meluncurkan blitz
pemasaran di Jepang. Idenya adalah untuk membantu perusahaan kecil dan menengah
seperti Faisal untuk membuat terobosan, dan tujuan terdekatnya adalah
memanfaatkan Olimpiade Tokyo 2020
secara maksimal.
Sekitar 45.000 atlet dan panitia
diharapkan akan menghadiri pertandingan itu, dan sekitar 40 persen dari mereka
akan membutuhkan produk halal, perkiraan Kementerian
Pengembangan Pengusaha Malaysia. Selain itu, penggemar yang akan datang
untuk mendukung mereka juga akan membutuhkannya.
“Hal yang paling dibutuhkan bagi
umat Islam adalah untuk dapat dengan mudah mengakses makanan halal,” kata Hind Hitomi Remon, direktur Asosiasi Halal
Jepang.
Banyak orang Asia Tenggara yang juga
mengunjungi Jepang untuk berlibur. Kedatangan dari Indonesia melonjak lebih
dari 400 persen dari tahun 2007 hingga 2017, sementara peningkatan dari
Malaysia melebihi 300 persen, data dari Organisasi Pariwisata Nasional Jepang
menunjukkan. Dan Remon menekankan bahwa kafetaria perusahaan dan sekolah perlu
beradaptasi dengan produk halal karena Jepang membawa lebih banyak pekerja dari
negara-negara seperti Indonesia untuk mengimbangi kekurangan tenaga kerjanya.
Waktu menjelang Olimpiade, katanya,
“akan menjadi petunjuk yang baik bagi industri makanan untuk menyiapkan
kebutuhan kantin.”
Menteri Pengembangan Pengusaha Malaysia Redzuan Yusof, pada acara peluncuran untuk kampanye pemasaran Jepang
pada 24 Januari, berbicara tentang standar halal negaranya sebagai “terbaik di
dunia” tetapi menekankan ini “tidak akan berarti banyak jika kita tidak
mengekspor produk kami ke pasar global.”
Sertifikasi halal yang ketat di
negara itu, yang ditangani oleh Departemen
Pembangunan Islam Malaysia, memang terkenal di seluruh dunia—meskipun tidak
di Indonesia. Negosiasi mengenai hal ini terhenti, tetapi sementara itu,
Indonesia untuk menjadi kekuatan halal yang lebih besar dengan memperluas
sertifikasi sendiri, memperkuat basis manufaktur halal dan meningkatkan ekspor.
Dengan hampir 90 persen dari lebih dari 260 juta orang
mengikuti Islam, Indonesia selalu menjadi salah satu pasar halal terbesar. Tetapi ekspornya didominasi oleh komoditas, membuat
ekonomi rentan terhadap harga sumber daya yang tidak stabil.
Mengingat pertumbuhan bisnis halal
global, Presiden Joko Widodo melihat peluang untuk mengubahnya.
Jokowi telah berupaya menjangkau
dunia Muslim. Indonesia telah meningkatkan misi perdagangan dan berharap untuk
membuat kesepakatan dengan sembilan negara tahun ini, lima di antaranya
sebagian besar Muslim, termasuk Iran dan Turki.
Oke Nurwan, direktur jenderal kementerian perdagangan
untuk perdagangan luar negeri,
mengatakan besarnya populasi Muslim Indonesia meningkatkan penjualan ketika
bersaing di luar negeri dengan negara-negara seperti China. “Kami menyerukan identitas
bersama kami sebagai negara-negara Muslim (mayoritas) yang menyetujui pedoman
serupa,” kata Nurwan.
Di rumah, pemerintah sedang
mengembangkan empat klaster industri yang berfokus pada halal untuk menarik
produsen produk yang sesuai, ditambah restoran, mal dan lembaga keuangan
Islam—yang menawarkan layanan sesuai dengan larangan Islam tentang minat dan
aturan lainnya. Indonesia juga telah menetapkan sekitar 10 provinsi yang cocok
untuk wisatawan Muslim.
Tetapi perubahan yang paling penting
menyangkut ruang lingkup sertifikasi halal dan cara pemberiannya.
Mulai Oktober ini, Indonesia akan mewajibkan untuk
mensertifikasi sejumlah barang dan jasa sebagai halal: makanan, minuman,
obat-obatan, kosmetik, bahan kimia dan produk biologis atau rekayasa genetika,
bersama dengan barang-barang konsumsi lainnya yang dipakai atau digunakan oleh
publik.
Beberapa orang di komunitas bisnis
memiliki perasaan campur aduk. “Untuk produk makanan dan minuman, saya sangat
setuju (dengan sertifikasi wajib), tetapi di luar itu, itu harus sukarela,”
kata Hariyadi Sukamdani, ketua Asosiasi
Pengusaha Indonesia. Langkah itu, katanya, akan berarti “biaya tambahan”
bagi perusahaan.
Biaya sertifikasi halal dapat
mencapai $140 hingga $320 tergantung pada ukuran
perusahaan, tetapi mungkin ada biaya lain yang terkait dengan membuat jalur
produksi halal.
Yurisdiksi atas proses tersebut
ditangani oleh lembaga pemerintah yaitu Majelis
Ulama Indonesia, atau MUI.
“Penerbitan sertifikasi halal itu
penting untuk dilakukan oleh lembaga pemerintah, dengan bekerja sama dengan
MUI, kepercayaan atas sertifikasi tersebut meningkat baik di dalam maupun luar
negeri,” kata Menteri Agama Lukman Hakim
Saifuddin.
Sejumlah besar uang dipertaruhkan:
Sistem baru ini diharapkan dapat menghasilkan pendapatan tahunan pemerintah 22,5 triliun rupiah ($1,6 miliar),
menurut laporan Bloomberg pada hari
Minggu (10/2).
MUI masih akan memiliki peran
“sangat besar”, kata menteri. Tetapi memiliki badan pemerintah yang mengawasi
sertifikasi halal dapat membantu Indonesia bersaing lebih baik dengan Malaysia
dan para pesaing lainnya di panggung global.
Bisnis yang dijalankan oleh negara
Muslim dan negara-negara dengan populasi mayoritas Muslim bukan satu-satunya
pesaing.
Laporan Thomson dari Reuters tentang
“Negara Ekonomi Islam Global”
menyoroti pengaruh Malaysia, dan penjabaran sektor per sektor juga menunjukkan
betapa internasionalnya ekonomi halal.
Brasil
menempati urutan ketiga dalam industri makanan, berdasarkan statusnya tidak
hanya sebagai pengekspor daging terbesar di dunia tetapi juga penyedia daging
halal terkemuka, meskipun jaraknya jauh dari negara mayoritas Muslim.
Singapura dan China masing-masing bersaing dalam
industri busana tertutup, berada di peringkat ketiga dan keenam dalam kategori
itu. Thailand berada di peringkat
keenam dalam daftar tujuan perjalanan ramah-Muslim.
Bisnis impor Tokyo yang disebut Yatsumoto Tsusho merupakan contoh
bagaimana perusahaan di luar dunia Muslim dapat mengambil keuntungan dari tren
ini: membantu eksportir halal beradaptasi dengan pasar baru.
Dengan atau tanpa stempel halal,
mengekspor ke Jepang berarti mengatasi persyaratan keselamatan yang ketat dan
prosedur perdagangan. Ditambah lagi, Presiden
perusahaan Yasuhiro Fukuchi mengatakan, bahkan produk yang ditargetkan untuk
Muslim “juga harus dibuat untuk menyenangkan selera orang Jepang lainnya.”
Fukuchi bekerja dengan pembuat
granola Malaysia yang disebut Dr. Aishah
Solution. Dengan bantuannya, yang mencakup saran tentang pengemasan dan
pemasaran, Dr. Aishah akan mulai memasok granola bebas gula dan garam ke
hotel-hotel mewah di Kyoto dan Osaka musim semi ini.
Dalam beberapa kasus, bahkan
konsumen non-Muslim mencari produk halal justru karena standarnya sangat ketat.
Ini berlaku untuk kosmetik Malaysia, ekspor yang melonjak 32 persen pada 2017,
menjadi 2,9 miliar ringgit.
Tren ini menjadi salah satu alasan
mengapa Faisal memiliki harapan yang tinggi untuk mengembangkan garam mandi,
sabun, dan minyak pijat di Jepang. Perusahaannya, Tanamera Tropical Spa, sudah memiliki distributor Jepang dan ekspor
ke Jerman, Hong Kong dan Vietnam juga. Tetapi pada tahun 2019 ia ingin membuka
toko di Jepang, dengan tujuan untuk meningkatkan rasio pendapatannya di luar
negeri di atas 30 persen.
Ketika perbatasan memudar dan
peluang semakin besar, laporan ekonomi Islam memprediksi pergeseran
keseimbangan kompetitif. “Malaysia dan (Uni Emirat Arab) memimpin sekali lagi,
tetapi perubahan signifikan diperkirakan akan terjadi karena lebih banyak
negara melibatkan kepentingan ekonomi strategis pada ekonomi Islam.”
Dengan jumlah Muslim di planet ini
diperkirakan akan mencapai 2,7 miliar
pada tahun 2050, menurut Pew Research, mungkin akan ada cukup
banyak bisnis yang berkembang.
Sumber : Nikkei Asian Review.
--- unquote ---
Hmm ... sudah saat buka mata dan
telinga atas potensi ini. Jangan lagi ketinggalan untuk memanfaatkan momen
penting ini. Jika belum bisa produksi, manfaatkan produk yang ada dengan berkolaborasi.
Jangan naif.
Regulasi yang diciptakan, kelak
belum tentu bisa mengakomodir produk yang dihasilkan sehingga akan timbul
kompetisi diantaranya untuk menetapkan satuan standar yang dipake.
Lantas pemerintah harus menyiapkan
aturan2 yang bisa merangsang tumbuhnya industri halal dengan pengawasan yang
ketat agar produk yang dihasilkan benar adanya. Jangan asal main stempel aja.
Cukup sekian dulu dan semoga
bermanfaat.
Sumber : KALOG / Foto : RAM – Feby ILC.
[English Free Translation]
It was so exciting that we could meet
one day until near midnight? Met CFT before lunch, in the afternoon we met the
Samudera Indonesia Group and the last meeting met Sertwo International Sdn Bhd
(representing ILC). Done!
No comments:
Post a Comment