JAKARTA:
Keinginan untuk memiliki transportasi penumpang massal yang aman, tepat waktu,
dan mudah dijangkau belakangan ini terus mengemuka. Moda transportasi darat
yang jadi pilihan, pastinya adalah KA. Moda ini dirasakan memenuhi tuntutan
sebagai transportasi massal yang relatif bebas hambatan sehingg paling banyak
menarik minat masyarakat untuk menjadi alat transportasi utama untuk
beraktivitas.
Contoh yang
paling jelas adalah KRL atau commuter line yang menghubungkan
Jakarta dengan daerah penyangga. Setelah dirasakan kian nyaman dengan adanya
ruang parkir yang luas, kereta berpendingin udara, relatif tepat waktu, kian
banyaknya rute, tidak ada pedagang di dalam kereta dan berbagai perbaikan
lainnya, pengguna moda itu meningkat drastis.
Pada 2011
penumpang per hari baru sebesar 331.760
orang. Pada tahun ini jumlahnya sudah mencapai 914.840 penumpang per hari, atau naik 139%. Untuk transportasi di luar Jawa, pemerintah berencana
membangun jalur rel kereta di Sumatera,
Sulawesi, dan Kalimantan.
Bahkan, untuk
menghubungkan kota-kota di Jawa, pemerintah telah menyiapkan untuk membangun
kereta cepat, seperti jalur Jakarta-Bandung yang saat tendernya menyita banyak
perhatian karena melibatkan ‘adu kekuatan’ negara besar Asia, yaitu Jepang dan China,
serta kereta cepat Jakarta-Surabaya.
Keinginan
untuk memiliki kereta cepat itu sebenarnya bisa dipenuhi oleh PT KAI dengan
biaya yang relatif jauh lebih murah. Kecepatan kereta saat ini, misalnya
lokomotif CC 206 bisa mencapai 160
km/jam, sehingga jarak Jakarta-Surabaya yang 683 km bisa ditempuh dalam waktu 4
jam.
Masalahnya,
saat ini perjalanan kereta tersebut banyak menghadapi hambatan dengan adanya
persilangan sebidang di pertemuan rel dengan jalan darat yang jumlahnya
ratusan. Apabila semua persilangan ini ditutup, maka perjalanan kereta bisa
optimal.
PT KAI
mengklaim telah menghitung biaya untuk membuat jalan layang atau terowongan
bawah jalan raya (under pass) serta pembuatan pagar pembatas rel dari
Jakarta-Surabaya sekitar Rp11 triliun. Angka ini jauh lebih rendah dari nilai
investasi kereta cepat Jakarta-Bandung yang lebih dari Rp70 triliun.
Tidak ada
salahnya pemerintah mempertimbangkan masukan ini. Karena, kalau pernyataan PT
KAI ini benar, maka kita serasa memiliki banyak “kereta api cepat” yang mampu
berjalan 160 km/jam, mengingat PT KAI memiliki 150 lokomotif berjenis CC 206
buatan GE tersebut.
Sumber :
Bisnis Indonesia, 04.11.15 / Foto : flickr.
[English Free
Translation]
The desire to
have a mass passenger transportation with safe, timely, and easily accessible
these days continue to arise. Land transport modes that be an option, certainly
is train. This mode meets the demands perceived as transport. Now it's a good time.
No comments:
Post a Comment