Bisnis.com JAKARTA –
Kebijakan pemerintah yang berupa Peraturan Pemerintah No.1/2014 dan Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.1/2014 dinilai sebagai kebijakan yang
tidak sah. Pasalnya, kebijakan ini dinilai bertentangan dengan UU No.12/2011
soal Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Direktur Indonesian Mining and Energy Studies (IMES) Erwin Usman
mengatakan secara yuridis kedua beleid yang mengatur soal hilirisasi tersebut
tidak sah. Dia menilai berdasarkan UU No.12/2011 menyebutkan pembentukan sebuah
peraturan perundang-undangan seharusnya dilakukan di tempat resmi dan di hari
kerja.
Padahal, kedua beleid ini dibentuk dan ditandatangani di
Cikeas yang notabenya kediaman pribadi Presiden. Selain itu, waktu penyusunan
dan penandatanganan pada Sabtu yang bukan hari kerja.
“Ini membuktikan betapa bobroknya
Negara ini dalam menyusun peraturan tanpa mempertimbangkan peraturan yang
berlaku,” katanya, Rabu, malam (19/2/2014).
Menurutnya, letak kesalahan pemerintah lainnya adalah tidak
hadirnya Menteri Hukum dan HAM dalam penyusunan dan pengesahan keduabeleid itu. Padahal, jelas disebutkan dalam
UU No.12/2011 soal kehadiran Menteri Hukum dan HAM untuk mempertimbangkan legal
opinion dan naskah akademik dari beleid tersebut.
Apalagi, Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral Jero Wacik dalam rapat terbuka bersama dengan Komisi VII
Dewan Perwakilan Rakyat telah mengakui kedua beleid tersebut melanggar UU
No.4/2009.
Sementara itu, Direktur Eksekutif
Pusat Studi Hukum dan Pertambangan Bisman Bhaktiar menilai PP No.1/2014 dan
Permen ESDM No.1/2014 bertentangan dengan UU No.4/2009. Hanya saja, bukan
permasalahan ini yang sekarang menjadi sorotan utama, tetapi Mahkamah
Konstitusi sedang melakukan uji materiil pada Pasal 103 UU No.4/2009 karena
dianggap melanggar konstitusi.
Dia berpendapat apabila MK telah
meloloskan uji materiil tersebut maka undang-undang pertambangan akan rontok
beserta produk turunannya. Padahal, tujuan dari UU No.4/2009 untuk meningkatkan
nilai tambah sangat bagus untuk mengembangkan industri di tanah air.
Untuk itu, dia mengharapkan agar
pemerintah jangan seenaknya menafsirkan sebuah pasal dalam undang-undang yang
ujungnya semakin membuat regulasi pertambangan mineral semakin rumit.
“Makin lengkap sudah bobroknya
regulasi di dalam dunia pertambangan,” ujarnya.
Sumber : Bisnis Indonesia,
20.02.14.
[English Free Translation]
Government policy in the form of
Government Regulation (or Peraturan Pemerintah) No.1/2014 and the Minister of
Energy and Mineral Resources (Permen ESDM) No.1/2014 considered as unauthorized
policy due to the policy is considered contrary to Law No.12/2011 about the
Establishment Regulation Legislation.