Tuesday, October 15, 2013

[KU-277/2013] KAI : Ketika Aset-aset Masa Lalu Mulai Dihidupkan Kembali...

JIKA berbicara tentang aset-aset PT Kereta Api Indonesia yang tersebar dari Jawa Barat hingga Jawa Timur, mulai dari lahan hingga gedung-gedung dan peralatan lain, tentu kita bisa berdecak kagum. Apalagi, jika menghitung nilai-nilai dari aset-aset tersebut, tidak hanya dalam angka-angka rupiah, tetapi juga nilai sejarah yang dikandungnya.

Belum lagi jika dihitung penghasilan dari usaha PT KAI memonopoli jasa angkutan penumpang kereta api (KA) di Indonesia jika pengelolaannya sungguh-sungguh dilakukan secara profesional dan berorientasi meraup keuntungan semata. Sungguh, betapa kaya rayanya badan usaha milik negara kita ini.

Dengan aset yang luar biasa ini, wajar jika manajemen PT KAI memiliki cita-cita menghidupkan kembali aset-aset yang selama ini mati untuk dijadikan museum KA terbesar se-Asia. Selain melestarikan warisan dan sejarah KA, tentu juga untuk menambah pendapatan keuangan bagi kemajuan PT KAI. Museum KA itu akan mengintegrasikan aset-aset PT KAI yang tersebar dan tak dimanfaatkan selama ini.

Menurut pejabat Unit Konservasi Warisan dan Desain Arsitektur PT KAI Tranggono Adi, baru-baru ini, aset-aset yang dimiliki PT KAI cukup besar dan tersebar di mana-mana sehingga perusahaannya diharapkan mampu membangun museum KA kelas dunia yang setara dengan museum di negara lain.

”Di Jepang juga ada museum, tetapi banyak menyimpan teknologi KA yang sudah baru, yakni kereta diesel. Mereka tak punya lokomotif KA uap seperti Indonesia. Lokomotif di Indonesia itu masih tersebar dan masih harus dikumpulkan lagi. Dari sejumlah lokasi, baru satu lokasi yang dikelola, yaitu Stasiun Ambarawa, Jawa Tengah,” katanya.

Untuk mewujudkan hal itu, PT KAI sudah membuka program perekrutan untuk mencari sarjana museologi atau studi tentang kemuseuman. Sejauh ini, PT KAI baru punya sarjana museum yang baru menguasai tata letak. PT KAI masih memerlukan sarjana yang menguasai manajemen untuk membuat strategi dan menjual kekayaan warisan KA sebagai obyek wisata.

Salah satu kekayaan yang dibanggakan adalah aset PT KAI di Semarang. Sebab, dalam sejarahnya untuk pertama kali KA justru diluncurkan dari Semarang. Waktu itu, jurusannya Semarang-Tanggung. Jalur itu dihidupkan tiga tahun setelah Gubernur Jenderal Hindia Belanda LAJW Baron Sloet memulai pembuatan jalan KA. Jurusan ini berkembang menjadi jurusan Semarang-Kedungjati-Ambarawa.
Dari sejarah perusahaan KA Kerajaan Belanda, yang waktu itu disebut Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), peran Stasiun KA Ambarawa sangat penting. Oleh sebab itu, stasiun tersebut pernah diberi nama Stasiun Willem I, yaitu nama Raja Belanda.

Namun, setelah 114 tahun, Stasiun Ambarawa ditetapkan menjadi Museum KA oleh Menteri Perhubungan Roesmin Noerjadin. Di museum ini tersimpan sejumlah artefak sejarah KA masa kolonial, seperti lokomotif uap tua, kereta kayu, mesin hitung, mesin ketik, dan pesawat telepon.

Aset PT KAI lain yang kini menjadi sumber pendapatan adalah gedung Lawang Sewu di pusat Kota Semarang. Gedung kosong tersebut kini banyak dimanfaatkan swasta untuk acara pernikahan, seminar, dan pameran.

Sebelumnya, gedung Lawang Sewu digunakan oleh Kerajaan Belanda sebagai kantor pusat NIS untuk operasionalisasi KA di Pulau Jawa. Namun, setelah Jepang masuk ke Indonesia, Belanda meninggalkan gedung tersebut. Akibatnya, gedung tersebut telantar dalam beberapa waktu.

Pangandaran
Di antara sejumlah aset PT KAI memang baru dua, yaitu Stasiun Ambarawa dan Lawang Sewu, yang dikelola. Lalu, bagaimana dengan aset-aset PT KAI lainnya?
Kepala Humas Daerah Operasi (Daop) II Bandung Bambang Prayitno menjelaskan, masih banyak yang harus dilakukan untuk menghidupkan kembali aset PT KAI yang mati. Misalnya, revitalisasi Stasiun Pangandaran di Jawa Barat. Dengan menghidupkan kembali Stasiun Pangandaran, berarti menghidupkan jalur KA dari dan ke stasiun tersebut.

Hasrat revitalisasi semula disampaikan oleh pejabat sementara Bupati Pangandaran Endjang Naffandi. Stasiun Pangandaran berada di ibu kota kabupaten hasil pemekaran, yakni Pangandaran. Namun, jika harus direvitalisasi akan memerlukan dana yang tak sedikit. Stasiun Pangandaran berhenti beroperasi sejak 1983. Akibatnya, rel di jalur Pangandaran-Bandung yang melewati tiga terowongan sudah dihapus. Kini, jalur tersebut jadi lintasan kendaraan bermotor.
Jalur KA ini selesai dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1921. ”Ini jalur yang bersejarah karena pada masa itu KA merupakan satu-satunya moda transportasi yang penting secara politik dan ekonomi,” kata Bambang.

Jalur Pangandaran-Bandung juga memisahkan jalur utama Bandung-Yogyakarta. Ada kesengajaan pemerintah Belanda saat membangun jalur KA yang ujungnya hanya di Pantai Pangandaran. Alasannya, tentu untuk mencegah gerakan kaum pejuang untuk masuk ke Yogyakarta, selain juga kepentingan pariwisata para pejabat pemerintah Belanda. Meskipun untuk mengalihkan gerakan para pejuang, Belanda berani membangun jembatan besi yang nilainya cukup tinggi pada waktu itu.

Jembatan besi tersebut hingga kini masih berdiri meskipun sudah sangat berkarat. Bahkan, perusahaan KA Belanda juga membuat tiga terowongan KA yang menembus perbukitan. Jalur ini jelas menjadi potensi pariwisata bagi penumpang KA.

Memang sempat muncul pertanyaan: benarkah jalur KA ini dibangun sekadar untuk kepentingan para pejabat pemerintah Belanda bersantai-santai di Pantai Pangandaran? "Belum diketahui apakah ruas ini berhubungan dengan kepentingan ekonomi yang lebih strategis, seperti jalur pengangkutan hasil panen yang tentunya lebih bernilai ekonomi dibandingkan dengan wisata di masa itu," kata Bambang.

Berdasarkan catatan PT KAI, tiga terowongan yang dibangun perusahaan itu diberi nama-nama para pejabat Belanda, yaitu terowongan Hendrik sepanjang 100 meter, terowongan Juliana sepanjang 250 meter, dan terowongan Wilhelmina sepanjang 1.200 meter. Nama-nama itu diambil dari nama petinggi Kerajaan Belanda, seperti Ratu dan Raja Belanda.

Masih diinventarisasi
Hingga kini, untuk mewujudkan museum KA PT KAI terus melakukan pengumpulan dan pengolahan data dan informasi mengenai aset-aset KA yang bernilai sejarah ataupun komersial.

Tranggono juga mengakui, selain aset-aset lahan dan gedung, PT KAI juga memiliki ratusan benda sejarah yang terkait dengan peristiwa-peristiwa sejarah. Saat ini, PT KAI tengah menyusun pekerjaan besar untuk menginventarisasi dan mencatat sumber-sumber sejarah yang kemudian dijadikan sumber daya tarik wisata untuk menambah pendapatan PT KAI.

”Aset yang kami kelola memang baru dua, yaitu museum KA lokomotif uap di Ambarawa, dan gedung Lawang Sewu, di Semarang, Jateng. Namun, dari persewaan gedung Lawang Sewu saja, PT KAI sudah mendapat pemasukan Rp 1 miliar pada tahun lalu,” ujarnya.
Menurut Tranggono, jika dari satu gedung saja PT KAI sudah mendapat penghasilan tambahan Rp 1 miliar, tentu berapa besar penghasilan lain yang bisa diterima dari sejumlah aset PT KAI yang hingga kini masih tersebar dan belum dihidupkan lagi.

Tentu, wacana membangun museum KA kelas dunia yang terintegrasi dari sekian banyak aset PT KAI yang masih tersebar harus segera diwujudkan bagi kemajuan PT KAI sendiri. 
(DODY WISNU PRIBADI)

Sumber : Kompas, 05.09.13.

[English Free Translation]

According to the Heritage Conservation and Architectural Design Unit official of PT Kereta Api Indonesia (KAI), Tranggono Adi, recently, the assets owned by PT KAI is quite large and spread out everywhere so the company is expected to build a world-class railway museum which is equivalent to museums in other countries.

No comments:

Post a Comment

[KU-179/2021] Dirut KAI Commuter Mukti Jauhari Tutup Usia

  Bisnis.com, JAKARTA - Keluarga besar KAI Group khususnya KAI Commuter hari ini berduka. Direktur Utama KAI Commuter Mukti Jauhari meningg...